![]() |
Ketua PN Kota Bekasi Kelas 1A Khusus, Moch Yuli Hadi (Foto/Ist) |
Bekasi, pospublik.co.id - Dengan santun, wartawan minta ijin dari Ketua Majelis Hakim yang menyidabgkan perkara Nomor:119/Pid.B/2025/PN, Bks untuk mengambil foto majelis hakim ketika sidang hendak dimulai. Nanun, oleh Ketua majelis, Edwin Adrian melarang, dengan alasan harus mendapat ijin terlebih dahulu dari pejabat Humas PN tersebut.
"Kalau mau mengambil foto harus ada ijin dari Humas. Tidak boleh, itu dapat mengganggu jalannya persidangan," kata Edwin ketika wartawan mengikuti sidang pembacaan tanggapan/pendapat Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap keberatan/eksepsi penasehat hukum terdakwa dibuka, Senin (28/4).
Terhadap tindakan majelis hakim melarang wartawan mengambil foto ketika sidang belum dibuka tersebut, Praktisi hukum, Tohom TPS yang mesaksikan peristiwa itu mengaku sangat prihatin.
"Tindakan hakim Edwin Adrian tersebut telah dengan sengaja menghambat kebebasan Pers yang diatur konstitusi, dan menjadi preseden buruk terhadap demokrasi Indonesia," kata Tohom, Selasa (29/4).
Menurut Tohom, kebebasan pers diatur oleh undang undang (UU) guna terwujudnya keterbukaan informasi publik dan transparansi dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Kalau dilarang begitu, bagaimana mungkin wartawan dapat mengumpulkan informasi secara akurat, lengkap dan terpercaya. Padahal, salah satu alat bukti dari sebuah fakta autentik adalah rekaman suara, foto maupun video,” tegas Tohom.
Membaca dan memperhatikan isi Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor:5 tahun 2020 kata Tohom lebih lanjut, adalah mengatur tata tertip persidangan bukan melarang seperti tindakan Hakim Edwin Adrian yang melarang wartawan mengambil foto sebelum sidang dibuka terbuka untuk umum.
“Hakim itu sangat perlu memahami dengan benar setiap kata, frasa, dan kalimat yang digunakan dalam sebuah peraturan, terutama Perma Nomor:5 tahun 2020 itu,” kata Tohom.
Menurut pemerhati hukum ini, Perma Nomor:5 tahun 2020 tersebut tidak melarang wartawan melakukan peliputan, termasuk menggunakan video atau mengambil gambar di dalam persidangan. Pasal 4 ayat (6) Perma tersebut mengatakan, "pengambilan foto, rekaman audio dan/atau rekaman audio visual harus seizin Hakim/Ketua Majelis Hakim yang bersangkutan yang dilakukan sebelum dimulainya Persidangan.
“Dalam ayat ini sangat jelas terlihat bahwa rekaman audio dan/atau rekaman audio visual dapat dilakukan atas seizin hakim atau ketua majelis hakim. Maka sangat jelas, langkah awal yang dilakukan wartawan terlebih dahulu minta ijin mengambil foto sebelum sidang dibuka sudah tepat dan sangat elegan. Sayangnya, Ketua majelis tidak menghargai etikat baik tersebut," kata Tohom terlihat prihatin.
"Nampaknya Hakim Edwin itu tidak paham maksud frasa ‘audio visual’ yang merupakan kata lain atau ungkapan lain dari video yaa,” tegas Tohom mengakhiri keprihatinannya.
Ketika pelarangan wartawan mengambil gambar ini dikonfirmasi kepada Ketua Pengadilan Negeri Kota Bejasi Kelas 1A Khusus, Moch Yuli Hadi via telepon, dia mengatakan tidak pernah ada larangan bagi wartawan mengambil gambar/foto.
Tetapi kata dia dari ujung telepon, untuk menjaga tertib jalannya persidangan, sebelum sidang dibuka, majelis sudah lengkap, dapat diberi waktu kepada wartawan untuk mengambil gambar/foto.
"Nanti akan saya ingatkan, siapa hakimnya," tegas Moch Yuli Hadi seraya bertanya siapa nama hakim yang melarang tersebut. (M. Aritonang)