Kejahatan Terstruktur Masif Dalam Proses Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah

Kejahatan Terstruktur Masif Dalam Proses Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah

Jumat, 20 September 2024, 3:58:00 AM
Gedung Teknik Bersama (GTB) Pemerintah Kota Bekasi yang Lama Mangkrak (Foto/Ist) 

Bekasi, pospublik.co.id - Memperhatikan sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah di Kota Bekasi, baik itu pengadaan langsung, tender melalui LPSE ataupun belanja secara elektronik (E-Purchasing), kaidah-kaidah yang diatur dalam Perpres nomor:54 tahun 2010 dengan berbagai perubahannya, hingga Perpres nomor:12 tahun 2021, seakan hanya sekedar pajangan tanpa memiliki kekuatan hukum bersifat mengikat.


Ratusan bahkan ribuan peraturan dan perundang-undangan yang disusun pemerintah dan DPR RI bertujuan agar sistem bernegara berjalan dengan baik, tertib dan  terkendali. Namun akibat prilaku oknum-oknum pemangku kebijakan, khususnya di Kota Bekasi, aturan, bahkan undang-undang terkesan dianggap hanya sekedar pajangan. 

Barangkali hanya...hanya....hanya...dan hanya di Kota Bekasi, perusahaan konstruksi diperbolehkan menjadi penyedia obat-obatan. Hanya di Kota Bekasi, perusahaan tidak punya SBU yang sesuai dengan kegiatan bisa menang tender.

Hanya di Kota Bekasi, pembeli (user) bisa membeli langsung ke PABRIK Industri yang sudah go publik. Hanya di Kota Bekasi, transaksi E Katalog hanya menunjukkan spek dan dimensi, bukan produk dan merek. Dan barangkali hanya di Kota Bekasi juga yang minim kerja Inspektoratnya. 

Kaidah dan aturan yang sudah dimaktubkan dalam Peraturan Pemerintah Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah itu kalah dengan kebijakan panitia PBJ, PPK dan PA/KPA. Sehingga publik yang melihat hanya bisa tersenyum miris.

Lucunya lagi, Inspektorat sebagai Aparat Pengawas Internal Pemerintah yang diharapkan mampu menjadi sokoguru dan whistleblower bila ada hal-hal yang tidak sesuai dengan kaidah dan aturan pengadaan barang/jasa pemerintah seharusnya bertindak, namun terkesan diam saja.

Pengadaan Langsung atau PL, adalah paket kegiatan yang sejatinya diperuntukkan bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan ataupun koperasi untuk ikut serta menikmati APBD sekaligus berperan dalam pembangunan di daerah pun hanya asumsi. 

Kegiatan PL-PL Pemda diharapkan menjadi stimulus perekonomian di daerah tersebut. Namun, apa yang terjadi di Kota Bekasi. Paket-paket kegiatan yang notabene berupa Paket Pengadaan Langsung ternyata dinikmati oleh pelaku usaha besar yang notabene dari luar daerah kota Bekasi.

Menggelikan lagi, perusahaan besar yang sudah bertahun-tahun memenangkan tender yang nilai 1 paketnya miliaran rupiah, juga ditunjuk oleh PPK dan PA/KPA untuk mengerjakan PL-PL yang hanya bernilai dibawah Rp.200 juta. 

Mengomentari fenomena ini, salah seorang pemerhati sosial, Timbul Sinaga mengatakan, sebenarnya tidak ada larangan perusahaan yang pernah mengerjakan paket diatas 5 miliar untuk mengerjakan PL-PL dibawah 200 jutaan.

Namun yang dilanggar disana menurut dia hanya azas kesetaraan dan aspek sosial. Ibarat, anak SMA bertanding main bola melawan anak SD, pantas atau patut tidak dilaga.

Tapi untuk Kota Bekasi lanjut dia, kemungkinan tidak perlu memperhatikan  aspek sosial ditengah persaingan usaha pengadaan barang dan jasa. Perusahaan mana investasinya paling besar bisa memborong seluruh kegiatan tanpa melihat lagi atura Syarat Kemampuan paket (SKP).

"Mari kita perhatikan sewaktu pemilihan Ketua umum KONI Kota Bekasi, Plt. Wali Kota berebut dengan mantan Kepsek SMA. Jelas-jelas tidak imbang, tapi warga kota Bekasi menilai itu biasa-biasa saja. Dan yang bersangkutan juga tidak merasa ada apa-apanya itu, yang penting siapa kuat," kata Timbul. 

Mengacu pada Perpres 54/2010 lanjut Timbul, setiap pemerintah daerah diwajibkan mengalokasikan 40 persen kegiatannya untuk pelaku usaha menengah, kecil, mikro dan koperasi.

Salah satu cara adalah membuat paket-paket pengadaan langsung (PL) di masing-masing satuan kerjanya perangkat daerah (SKPD). Tujuannya sangat mulia, supaya kegiatan PL tersebut dapat menjadi stimulus bagi perekonomian di daerah.

Sehingga persyaratan kualifikasi pun dipermudah, agar memberikan kesempatan pada pelaku usaha kecil dan mikro untuk ikut berkonfetisi mendapatkan pekerjaan dari pemerintah daerahnya masing-masing.

Tetapi faktanya di Kota Bekasi, jangankan PL diberikan ke UMKM Lokal, pekerjaan Laundry Pakaian Wali Kota pun diberikan ke pengusaha dari luar daerah. Padahal usaha laundry banyak di Kota Bekasi.

Pertanyaannya, mengapa laundry saja harus ke luar daerah, kemungkinan usaha keluarga pejabat atau kroni petugas bagian umum yang mengelola kegiatan itu. 

Paktanya kata Timbul, Pj. Wali Kota Bekasi malah memberikan paket pekerjaan laundry pakaian Wali Kota dan istri ke salah satu perusahaan binatu di Tangerang. Dan ini hanya terjadi di Kota Bekasi.

Contohnya:

  • Kode RUP: 48512539
  • Nama Kegiatan: Penyediaan Jasa Laundry Pakaian Untuk Kebutuhan Rumah Tangga Kepala Daerah
  • Pagu: Rp. 110.000.000,00
  • Metode: E-Purchasing
  • Penyedia: PT. Italindo Citramodern

Hasil penelusuran redaksi, PT. Italindo Citramodern ini adalah salah satu perusahaan binatu yang berlokasi di Tangerang Selatan. Sebuah transaksi yang cukup aneh. Dimana hanya untuk laundry pakaian rumah tangga Wali Kota Bekasi harus jauh ke Tangerang Selatan. Seakan tidak ada lagi perusahaan laundry di Kota Bekasi.

Demikian juga, untuk pekerjaan konstruksi, baik itu di Dinas Bina Marga dan Sumberdaya Air (DBMSDA) dan Dinas Perumahan Permukiman dan Pertanahan (Disperkimtah), banyak kaidah, dan aturan yang telah ditetapkan dalam Perpres 54/2010 beserta perubahan-perubahannya tidak berlaku di Kota Bekasi.

Misalnya, untuk pekerjaan pembangunan sekolah. Dianggarkan sebesar 3 miliar rupiah, menggunakan metode tender (lelang) dalam menentukan pemenang (pihak ketiga). PPK memberikan beberapa persyaratan kualifikasi, yakni: perusahaan kecil, KBLI 14016, SBU BG006. Anehnya, dalam pengumuman lelang, Panitia pengadaan membuat persyaratan berupa perusahaan kecil, KBLI 14012, SBU BG004 atau BG002.

Kemudian, pemenangnya adalah perusahaan kecil dengan KBLI 14014 dengan SBU BG004. Lalu untuk apa dicantumkan semua persyaratan itu kalau tidak untuk dipedomani. Tetapi hal seperti ini kemungkinan hanya terjadi di Kota Bekasi.

Contoh kasus, Belanja Modal Rehabilitasi Total Gedung Kantor Kelurahan Jakasampurna:

  • Kode RUP: 51559481
  • Nama Paket: Belanja Modal Rehabilitasi Total Gedung Kantor Kelurahan Jakasampurna
  • Pagu: Rp. 3.908.522.000,00
  • HPS: Rp. 3.892.890.000,00

PPK dan Panitia Lelang membuat batasan, kegiatan ini diperuntukkan bagi Perusahaan Kecil, NIB KBLI 41012 Konstruksi Gedung Perkantoran yang seharusnya BG002. Namun yang dimenangkan panitia lelang adalah perusahaan yang SBUnya BG004 Jasa Pelaksana Konstruksi Bangunan Komersial, tidak selaras dengan NIB KBLI 41012 BG002 jasa pelaksana Konstruksi Gedung Perkantoran.

Pemenang: CV. Libra Abadi

Pemkot Bekasi, Panitia Pengadaan, PPK dan PA/KPA tampak dengan nyata mempertontonkan komedi. Pasalnya, pertama, Jasa Konstruksi Bangunan Komersial, dirobah menjadi Konstruksi Gedung Perbelanjaan, sehingga BG004 bukan lagi Jasa Konstruksi Bangunan Komersial, melainkan Konstruksi Gedung Perbelanjaan.

Kemudian, KBLI 41012 adalah prasyarat mendapatkan SBU BG002, bukan untuk BG004, dimana perusahaan harus lebih dulu mencantumkan KBLI 41012 di NIB Perusahaannya baru mendapat BG002.

Lucunya, Pemkot Bekasi berencana membangun perkantoran, tetapi syarat pertama yang dicantumkan adalah BG004, kalau tidak ada BG004 maka diperbolehkan memakai BG002. Seharusnya, sesuai rencana pembangunan perkantoran, syarat adalah, perusahaan memiliki KBLI 41012 dengan BG002.

Untuk mendapatkan SBU BG002, perusahaan harus menyiapkan tenaga ahli bersertifikat (SKK Konstruksi). Kontraktor wajib memiliki sejumlah tenaga kerja yang berkualifikasi dan memiliki jenjang kerja yang dibuktikan dengan sertifikat SKK Konstruksi.

Sertifikat SKK Konstruksi harus dibuktikan terlebuh dahulu untuk mendapatkan  SBU (sertifikat badan usaha). Tenaga kerja berkualifikasi inilah yang akan menjadi PJSKBU (penanggung jawab sub klasifikasi badan usaha).

Dengan demikian, bila perusahaan jasa konstruksi pembangunan rehab berat kantor kelurahan itu tidak memiliki tenaga kerja berkualifikasi BG002 sebagai PJSKBU, maka kegiatan pemborongan perkantoran itu harus dibatalkan. Lalu, siapa yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan proyek gedung perkantoran yang menggunakan dokumen bodong tersebut?

Lagi-lagi hal ini hanya bisa terjadi di Kota Bekasi.

Selain sektor Konstruksi, pengadaan barang dengan metode E-Purchasing di Kota Bekasi pun banyak mempertontonkan komedi-komedi yang tidak lucu, dan kemungkinan hal-hal itu hanya bisa terjadi di Kota Bekasi.

Misalnya, pembelian U-Ditch untuk pekerjaan saluran. Transaksi e-purchasing, di E-Katalog hanya menunjukkan pembelian U-Ditch dengan dimensi tertentu, bukan merek U-Ditch-nya. Berbeda halnya dengan pembelian produk elektronik seperti halnya Laptop atau notebook.

Transaksi untuk kegiatan ini jelas ditentukan spesifikasi produk dan mereknya. Sehingga pihak eksternal bisa membandingkan harga yang dieksekusi di e-katalog, apakah berselisih jauh dengan harga pasar atau tidak.

Timbul Sinaga, dalam perbincangan dengan pospublik.co.id, Selasa (19/9) mengatakan, kaidah-kaidah dan aturan untuk Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah di Kota Bekasi sulit diterapkan secara tegas. 

“Harapan kita bertumpu kepada Aparat Penegak Hukum (APH), semua ini sedang kita inventarisir. Modus-modus transaksional dalam proses pengadaan barang/jasa yang mencederai kaidah pengadaan yang diatur dalam Perpres 54 tahun 2010 dan semua perubahannya, akan kita sampaikan secepatnya kepada APH,” tegas Timbul Sinaga, Sekretaris LSM Forkorindo. (MA) 

TerPopuler