ATR/BPN Kab. Kutai Kartanegara Dituding Mempersulit Warga Untuk Memperoleh SKPT

ATR/BPN Kab. Kutai Kartanegara Dituding Mempersulit Warga Untuk Memperoleh SKPT

Minggu, 23 Juni 2024, 6:43:00 AM
Menteri ATR/BPN, Agus Hari Murti Menyerahkan Sertifikat Tanah Milik Warga

Kalimantan, pospublik.co.idWarga  Sepatin, Kecamatan Anggana, Kabupaten Kutai Kartanegara, Fitriani dan Hj. Kana, mengecam pelayanan yang diberikan ATR/BPN Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Pasalnya, ketika kedua warga tersebut meminta BPN menerbitkan surat keterangan Penguasaan Tanah (SKPT), pihak BPN terkesan mempersulit dengan dalih permohonan tidak cukup foto copy Sertifikat Hak Milik (SHM)

Padahal menurut Fitriani (31 thn) dan Hj. Kana (52 thn), Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) ATR/BPN Kalimantan Timur, Asnaedi telah berjanji akan menerbitkan SKPT tersebut. Namun ketika permohonan diajukan melalui ATR/BPN Kabupaten Kutai Kartanegara, Kepala Kantor ATR/BPN, A. Nugraha menolak dengan dalih tidak cukup melampirkan Foto Copy SHM warga tersebut.

“Permohonan Surat Keterangan Penguasaan Tanah (SKPT) atas Sertifikat Hak Milik (SHM) Fitri dan Hj. Kana ditolak ATR/BPN dengan dalih tidak bisa menggunakan foto copy SHM tanah tersebut. Padahal, sebelumnya, kami telah dijanjikan oleh Kakanwil BPN Kaltim, Asnaedi akan dibuatkan surat keterangan Penguasaan Tanah melalui Kantor ATR/BPN Kabupaten Kutai Kartanegara,” kata Fitriani.

Terhadap pelayanan Kantor ATR/BPN Kutai Kartanegara tersebut, pensiunan Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, Soleman B. Ponto, selaku kuasa hukum pemohon, Fitri dan Hj Kana menuding adanya dugaan persekonkolan pihak ATR/BPN Kutai Kartanegara dengan SKK Migas. 

Dugaan adanya persekonkolan tersebut menurut Soleman Ponto terindikasi dari sifat pelayanan pihak ATR/BPN yang tidak berkenan menerbitkan SKPT sesuai fakta yang teregistrasi di kantor ATR/BPN tersebut. Padahal kata Soleman, hanya untuk menerbitkan SKPT cukup dengan permohonan yang dilampiri copy SHM. 

Menurut ketentuan UU kata Soleman Ponto, ATR/BPN berkewajiban menerbitkan SKPT tersebut jika ada permohonan dari Warga. ATR/BPN memiliki tanggung-jawab moral untuk menyelesaikan persoalan tanah jika terjadi sengketa. ATR/BPN harus tau lokasi pembebasan oleh SKK Migas bahwa ada wilayah yang merupakan milik warga. Namun pihak ATR/BPN Kutai Kartanegara seolah tidak peduli terhadap prodak hukum yang mereka terbitkan (Sertifikat Hak Milik).

Memang jika diperhatikan proses pembebasan lahan oleh SKK Migas di Kabupaten Kutai Kartanegara tersebut lanjut Soleman Ponto, kuat dugaan terjadi persekonkolan. Dugaan itu muncul karena SKK Migas dan PT. Pertamina Hulu Mahakam tidak menempuh prosedur yang berlaku, misalnya, belum mengantongi Penetapan Lokasi (Penlok) dari Gubernur Kalimantan Timur.

Ditempat terpisah, tim kuasa hukum Fitri dan Hj. Kana, Ferdinan Montororing menyebut, untuk melakukan pembebasan lahan kurang lebih 300 Hektare oleh SKK Migas di lokasi yang menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan merupakan kawasan hutan produksi itu harus ada Kepres dan Penetapan Lokasi (Penlok) dari Gubernur.

Untuk diketahui, penggugat, Haji Bennu dan Fitri menggugat SKK Migas dan PT. Pertamina Hulu Mahakam karena lahan milik mereka (penggugat) dilokasi proyek para tergugat hingga saat ini belum dibayar tergugat.


Dalam gugatan, oleh penggugat menyebut  tergugat hanya mengganti rugi tambak udang seluas kurang lebih 4,4 hektar dan tanaman berikut bangunan serta isi empang diatas lahan tersebut. Sementara tanah hak milik (Sertifikat Hak Milik) tidak dihitung dengan alasan lahan tersebut merupakan kawasan hutan produksi milik Negara.


Penggugat, kepada majelis halim PN Kelas 1A Khusus Jakarta Selatan meminta untuk menghukum para tergugat, SKK Migas dan PT. Pertamina Hulu Mahakam membayar ganti rugi senilai Rp.13,4 milyar secara tanggung renteng. 


Kuasa hukum penggugat, Ferdinand Montororing kepada wartawan media ini mengatakan SKK Migas dan Pertamina Hulu Mahakam telah melakukan manipulasi saat pembebasan tanah milik penggugat dengan sengaja melanggar Peraturan Presiden No.66/2020.


"Seharusnya, penetapan lokasi diatas 5 hektar harus melalui SK Gubernur. Ternyata proyek tersebut menggunakan lahan seluas kurang lebih 750 hektar menggunakan dana APBN tanpa melibatkan tim 9 atau tim apparaisal," ujarnya.


Menurut Ferdinan, kasus ini harus disidik oleh Kejaksaan Agung atau KPK karena diduga keras melanggar ketentuan perundang undangan, "Kami akan membuat laporan kepada Kejaksaan Agung dan KPK secepatnya agar ditelusuri aliran dana dalam proyek yang terindikasi kuat telah merugikan keuangan negara," tegas Ferdinand.


Informasi yang diperoleh media ini, pengadaan tanah untuk proyek strategis nasional tersebut sudah sejak tahun 2021 viral di media sosial hingga DPRD Kaltim menggelar RDP dengan instansi terkait, namun BPN atau Kanwil ATR/BPN Kaltim maupun Kabupaten Kutai Kartanegara tidak dilibatkan.


Selain penggugat dalam perkara ini, ada pihak lain yang juga menuntut ganti rugi lahan miliknya, yakni: H. Hamsyah dan Hajah Kana. Mereka disebut cukup vokal, namun hingga berita ini diturunkan, tuntutan dua tokoh masyarakat ini belum terealisasi. (MA) 




TerPopuler