Jakarta, pospublik.co.id - Penggeledahan kantor Kementerian Sosial (Kemensos) RI oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan korupsi pada penyaluran beras dalam Program Keluarga Harapan (PKH) tahun 2020-2021 dapat menjadi pintu masuk untuk memeriksa Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) ke Kota Bekasi tahun 2021 yang diduga keras juga merugikan Negara Puluhan Miliar.
Pasalnya, terkait bantuan pangan non tunai (BPNT) tersebut, Kementerian Sosial (Kemensos) RI diduga keras memberikan keterangan publik yang tidak valid mengenai jumlah Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
Kepada media ini, Kemensos menyebut program BPNT tersebut tepat waktu (Juli-Desember 2021), tepat sasaran (Keluarga Harapan), dan tepat jumlah sebanyak 26.135 keluarga penerima mamfaat (KPM).
Fakta dilapangan, BPNT tersebut baru disalurkan Maret 2022 oleh Bank penyalur, yakni, BNI.
Menjawab Surat Konfirmasi media ini, PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Bekasi, dalam suratnya mengatakan, sejak awal jumlah dana yang mereka (BNI) terima dari Kemensos untuk BPNT tersebut hanya untuk 16.314 KPM bukan 26.135.
Dari angka itu menurut BNI, terdapat 5.473 KPM yang belum disalurkan, dan anggarannya ditarik kembali oleh Kemensos, sehingga BPNT yang berhasil disalurkan PT. BNI (Persero) Tbk kantor Cabang Bekasi hanya 10.841 KPM.
Artinya, keterangan Kemensos yang menyebut program BPNT itu tepat waktu (Juli hingga Desember 2021) adalah bohong. Pasalnya, BPNT tersebut baru disalurkan BNI melalui agen (e-Warung) Maret 2022.
Menurut Kemensos, penyaluran BPNT tersebut tepat jumlah 26.135 KPM, ternyata menut BNI hanya 10.841 KPM, berarti kuat dugaan terjadi penggelembungan 15.294 KPM yang bertujuan korupsi. Akibatnya, sesuai estimasi diduga menimbulkan kerugian negara sekitar Rp.18 Milyar lebih.
Dugaan data fiktif tersebut oleh media ini telah dilaporkan ke Inspektorat Kemensos. Namun seperti apa perkembangan laporan tersebut, hingga dugaan tindak pidana korupsi itu dipublikasikan media ini, informasi perkembangan laporan ke Inspektorat Kemensos tersebut tidak jelas juntrungannya.
Media ini telah berulangkali menanyakan perkembangan laporan tersebut ke Inspektorat Kemensos, tetapi tidak ada pejabat yang bertanggung-jawab atas laporan tersebut.
Karena Inspektorat juga dinilai mandul, maka penggeledahan oleh KPK ke Kantor Kemensos diharapkan menjadi pintu masuk untuk menyelidiki kasus dugaan korupsi pada program Bantuan Pangan Non Tunai tersebut.
Agen/E-warung
Pemilik e-Warung kepada media ini disela-sela pembagian bahan pangan tersebut mengaku sembako dalam program BPNT-PPKM ini berupa 5 jenis bahan pokok, yakni: Beras 60 kg (6 karung-@10 kg), Telor Ayam 6 kg, Daging Sapi 1,5 kg yang dibagi 6 kantong plastik, Pisang 6 kantong plastik @-4 buah, Kacang Tanah 6 kantong plastik kecil.
Volume tersebut merupakan kumulasi Bansos selama 6 bulan sejak Juni hingga Desember tahun 2021 yang nilainya Rp.200.000 per bulan (Rp.1.200.000) per 6 bulan yang disalurkan Maret 2022.
Ketika Agen/pemilik e-warung ditanya, apakah volume bahan pangan yang dibagikan ke KPM tersebut tidak kurang, pemilik e-warung mengaku tidak memiliki kapasitas mengenai harga, karena yang menyusun paketan tersebut adalah suplayer. “Kami tidak paham harga-harga bahan, silahkan dikonfirmasi ke suplayer,” ujar agen seraya menyebut pihaknya hanya menerima jasa.
Konfirmasi KPM
Sementara sejumlah KPM yang berhasil diwawancara media ini mengaku nilai bahan pangan yang mereka terima tidak sesuai dengan nilai bantuan, yakni: Rp.1.200.000,. KPM mengaku harga bahan pangan yang diterima paling bantar sekitar Rp.900.000,- “Harganya kemahalan pak,” ujar ibu-ibu rumah tangga sembari menggelar bahan pokok yang mereka terima.
Menurut ibu-ibu penerima Bansos tersebut, harga beras Bansos tersebut paling tinggi Rp.9.000,- per kg x 60 kg =Rp.540.000, Pisang 6 plastik isi 4 buah = Rp.30.000,- Kacang tanah 6 plastik kecil = Rp.50.000,- Daging sapi 1,5 kg x @Rp.80.000,- = Rp.120.000, Telor 6 kg x 20.000,- = Rp.120.000,- total =Rp.860.000,-.
Jika perkiraan ibu ibu tersebut dapat dibenarkan, maka dari sisi kwantitas dan kualitas barang pun oknum-oknum terkait pengelolaan BPNT ini telah menggerogoti uang negara sekitar, 10.841xRp320.000,- = Rp.4 Milyar.
Selain kerugian negara dari sisi kwalitas dan kuantitas, termasuk suku bunga di BNI selama dana tersebut diendapkan sejak Juli 2021 hingga Maret 2022 perlu ditelusuri KPK. Maka jika diakumulasikan, kerugian negara atas program ini diperkirakan mencapai Rp.25 Milyar.
Kerugian negara tersebut baru perkiraan penyaluran BPNT di Kota Bekasi. Sementara program BPNT ini menurut informasi dilakukan diseluruh wilayah Tkt-II, Kota/Kabupaten di Indonesia.
Mudah-mudahan, penggeledahan Kantor Kemensos RI oleh KPK juga berkaitan dengan Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Kemensos ini. (Heri)