Pemeriksaan Perkara Investasi EDCCash Di Pengadilan Negeri Kota Bekasi |
Kota Bekasi, pospublik.co.id - Harbolnas (Hari Belanja online Nasional) masih jauh, Lebaran dan Hari Raya sudah lewat, tapi ada loh yang rajin korting sini korting sana. Pesta korting ini bukan di Mall atau Marketplace, melainkan di Pengadilan kita.
Lagi dan lagi, pesta korting ini terjadi di PN Jakarta. Masih ingat kan Jaksa Pinangki Sirnamalasari dan pengusaha Djoko Tjandra yang dikorting 1 tahun penjara? Dari 4,6 tahun penjara menjadi 3,6 tahun, dari 10 menjadi 4 tahun oleh pengadilan. Demikian dikutip dari video yang tayang pada kanal youtube Najwa Shihab.
Menurut Najwa Shihab dalam video bertajuk NARASI tersebut, penghukuman bertujuan memberi efek jera, tetapi kali ini terkesan mengajak dan mengundang kejahatan itu terus merasuk bangsa ini.
Seperti korting-korting di Mall atau Marketplace agar masyarakat datang berbondong-bondong belanja. Karena diskon 30% lumayanlah bisa bikin hilal.
Benar apa yang menjadi kekhawatiran Najwa Shihab yang disampaikan pada Video yang tayang pada kanal youtube Najwa Shihab tersebut. Obral/Pesta korting semacam itu nampaknya juga terjadi di Pengadilan Negeri (PN) Kota Bekasi. Di PN Kota Bekasi, pesta korting tidak tanggung-tanggung, mulai dari 40% hingga 50% dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung RI.
Enam (6) terdakwa yang dijerat pasal 105 dan/atau Pasal 106 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor:7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan, dan Pasal 28 ayat (1) Jo Pasal 45-A ayat (1) dan Pasal 36 Jo Pasal 50 ayat (2) Undang-Undang Nomor:11 Tahun 2008 tentang Transaksi Elektronik, dan tindak pidana penipuan sebagaimana diatur pada pasal 378 KUHP, Jo Pasal 372 KUHP oleh majelis hakim menyatakan terbukti melakukan tindak pidana pasal 105 dan/atau Pasal 106 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor:7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan, dan pasal 378 KUHP, Jo Pasal 372 KUHP dengan korting-korting 50% mengikuti gelombang keprihatinan oleh nahkoda majelis hakim PN Jakarta itu.
Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Kota Bekasi, yang dipimpim Ketua Majelis, Rahman Rajagukguk, dibantu hakim anggota, masing-masing, Ranto Indra Karta Pasaribu dan Abdul Rofiq menyatakan perbuatan Tindak Pidana secara bersama-sama oleh enam (6) terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan, maka untuk mempertanggung-jawabkan perbuatannya, masing-masing terdakwa haruslah dijatuhi pidana yang setimpal dengan perbuatannya.
Putusan/Vonis majelis hakim tersebut dibacakan, Jumat (14/01/2022). Masing-masing terdakwa mendapat korting 50% dari tuntutan JPU, yakni:
- Abdulrahmam Yusup sebagai top leader divonis 6 tahun penjara, korting 4 tahun dari tuntuan JPU selama 10 tahun penjara (Diskon 40%).
- Suryani. S, istri dari AY, berperan sebagai exchange EDCCash mulai Agustus 2020, divonis 5 tahun penjara, lebih ringan 5 tahun dari tuntutan JPU 10 tahun penjara (Korting 50%).
- Jati Bayu berperan sebagai programmer aplikasi EDCCash, divonis 4 tahun penjara, lebih ringan 4 tahun dari tuntutan JPU selama 8 tahun penjara (Korting 50%).
- Eko Darmanto berperan sebagai admin dan support IT EDCCash, divonis 2 tahun, lebih ringan 2 tahun dari tuntutan JPU selama 4 tahun penjara (Korting 50%).
- Asep Wawan Hermawan berperan sebagai pembuat acara launching di basecamp EDCCash, dan presentasi/promo, divonis 3 tahun penjara, lebih ringan 3 tahun dari tuntutan JPU selama 6 tahun penjara (korting 50%), kecuali,
- Muhammat Roy Sukardi yang berperan sebagai upline, divonis 3 tahun penjara, lebih ringan dari tuntutan JPU selama 4 tahun penjara (Korting 1 tahun).
Menurut majelis hakim, para terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana dengan modus investasi EDCChas. Akibat perbuatan para terdakwa, sebanyak 57 ribu orang yang disebut member usaha investasi EDCCash tersebut menderita kerugian kisaran Rp.285 M. Masing-masing korban ada yang mengaku menderita Rp.100 juta, Rp.300 juta, Rp.3 M, Rp.27 M dan seterusnya.
Pengakuan sejumlah korban, ternyata sekitar 70% rekan-rekan mereka berasal dari keluarga berstatus ekonomi lemah. Sejak awal para korban berharap janji para terdakwa bukan isapan jempol, sehingga dapat membantu menopang perekonomian keluarga. Ternyata, berharap untung 15% per bulan, faktanya uang mereka jadi buntung.
Selain rasa keadilan menurut para korban jauh panggang dari api karena terjadi korting besar-besaran, tujuan pemidanaan yang bukan semata penghukuman, tetapi juga diharapkan mampu memberi efek jera bagi pelaku kejahatan, ternyata hanya sebuah jargon.
Namun ujar para korban yang enggan disebut namanya, dengan korting-korting hukuman secara besar-besaran seperti dalam perkara ini, harapan dapat memberi efek jera kepada pelaku justru berdampak buruk terhadap aspek sosial bangsa ini. Putusan korting-korting ini justru dikhawatirkan justru mengajak, mengundang kejahatan itu kembali menimpa masyarakat.
Dalam menjatuhkan hukuman ujar salah seorang korban wanita paro baya berinisial RTM, majelis hakim seharusnya memperhatikan Bobot, Ukuran, dan Kepantasan memberi diskon besar-besaran kepada para terdakwa. "Majelis hakim kelihatannya sangat menikmati hasil perkara ini," ujar korban RTM yang juga diperiksa sebagai saksi dipersidangan.
Kini bola ada ditangan Kejaksaan, apakah melakukan upaya banding? Karena jika diperhatikan, korting/diskon yang dijatuhkan majelis hakim mewajibkan JPU untuk banding karena vonis tidak mencapai 2/3 dari tuntutan JPU.
Berita Terkait:
Enam (6) terdakwa oleh JPU displitshing menjadi lima (5) berkas perkara, yakni: Nomor:588, 589, 590, 591, dan No:592/Pid.Sus/2021/PN. Bks. Namun kemudian, oleh majelis hakim, ke-5 berkas perkara diperiksa sekaligus.
Salah seorang saksi pelapor, Agus Utama dihadapan majelis hakim mengaku menderita kerugian Rp.27 miliar setelah bergabung sejak tahun 2018.
Abdulrahman Yusuf yang dia kenal sebelumnya mengajak dirinya bergabung dalam investasi EDCCash ini dengan modal awal Rp.5 juta membeli 200 coin (uang digital/money cripto). Awalnya, apa yang disampaikan AY berjalan lancar, hingga Dirinya pun bersedia keliling nusantara untuk mempromosikan/Presentase bisnis EDC Cash kepada masyarakat.
Keterangan Agus Utama dipersidangan, dirinya tertarik bisnis EDCCash ini karena terdakwa AY menjanjikan keuntungan 0,5% per hari (15%) perbulan dari total investasi atau jumlah uang yang dibelanjakan beli coin.
Modal awal, masing-masing member
Minimal Rp.5 juta untuk membeli coin. Dengan nilai Rp.5 juta, mereka akan memiliki investasi sebanyak 200 keping coin atau senilai Rp.4 juta. Sementara sisanya Rp.1 juta digunakan untuk biaya akun Rp.300.000,- dan Rp.700.000,-(35 coin) menjadi keuntungan bagi lider atau yang mempresentasikan bisnis tersebut.
Menurut Agus Utama, awal mula dirinya bergabung di bisnis coin digital tersebut semua terasa lancar-lancar saja, dan cukup menjanjikan. Tetapi ketika member (anggota) yang dia ajak bergabung sudah banyak, terdakwa AY dan istrinya tiba-tiba menutup akun EDC Cash tersebut. Padahal kata Agus, anggota/member dibawahnya sudah ribuan, Terdakwa AY menutup aplikasi, sehingga dirinya tidak bisa menjual coin maupun mencairkan uang seperti sediakala.
Akibatnya ujar Agus, dia dan member dibawahnya menderita kerugian Rp.27 M. Agus Utama akhirnya bersepakat dengan teman-temannya melapor kepada pihak berwajib, dengan harapan uang mereka bisa kembali.
LANGKAH PENYIDIK
Terungkap di Persidangan, Penyidik kePolisian berhasil menyita puluhan unit mobil mewah, diantaranya, Ferrari, McLaren, berikut Emas, Tas bermerek, uang tunai serta barang berharga lainnya yang nilainya diperkirakan Rp.1,2 Triliun.
Terkait BB tersebut, menurut JPU akan dipergunakan Penyidik Polri dalam perkara lain, yakni: TPPU yang terus dikembangkan penyidik. Namun semaksimal apa kinerja KePolisian dan Kejaksaan, jika Korting-Korting besar-besaran oleh hakim masih terus terjadi, sulit dibayang pengertian yang menyebut hukum adalah pilar Negara ini. Jangan-jangan hanya sekedar jargon. (MA)