Lokasi Tanah Tjun Subianto Berada Di Pusat Kota Singkawang yang Ditolak IPPTnya |
Jakarta, pospublik.co.id - Tjung Subianto selaku pemohon Ijin Penggunaan dan Penempatan Tanah (IPPT) terpaksa menempuh upaya hukum melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pontianak karena Pemerintah Kota Singkawang menolak diterbitkan IPPT atas lahan miliknya seluas 163 M2 di Pusat Kota dengan surat Nomor. 503/237/PPT.B tertanggal 23 September 2019.
Melalui Kantor Hukum AGUS AKBAR & PARTNERS, yang beralamat di Wisma Laena Building. Lt. 5 Suite 508 Jalan. K. H. Abdullah, Casablanca Syafei No. 7, Tebet, Kota Administrasi Jakarta Selatan, Tjung Subianto terpaksa menggugat Pemerintah Kota Singkawang melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pontianak agar Surat Keputusan (SK) Pemerintah Singkawang tersebut dibatalkan/dicabut.
Gugatan tersebut didaftarkan tanggal 27 Agustus 2019 dengan Register Perkara Nomor:19/G/2020/PTUN.Ptk. Isi gugatan meminta Majelis Hakim PTUN membatalkan Surat penolakan Permohonan IPPT (Ijin Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah) untuk lahan seluas 163 M2 tertanggal 23 September 2019 Nomor. 503/237/PPT.B tersebut.
Sebelum ditolak ujar Agus Akbar, SH. MH, kliennya (Tjung Subianto) telah mengajukan permohonan IPPT dan melengkapi seluruh persyaratan yang ditentukan Pemerintah Daerah Singkawang, yakni:Surat Rekomendasi tanggal 21 Agustus 2019 Nomor. 591/08.a/Ek-Bang dari Kelurahan Melayu; Surat Rekomensai tanggal 23 Agustus 2019 Nomor. 591/012.a/Ek-Bang dari Kecamatan Singkawang, Surat pernyataan tidak keberatan yang ditandatangi oleh warga yang tinggal di sekitar lokasi tanah; Melampirkan bukti kepemilikan berupa 5 (lima) Sertipikat Hak Milik seluas:1.171 M2; Bukti Pembayaran SPPT PBB atas bidang tanah milik Klien; Gambar rencana (site plan) rumah yang akan dibangun.
Setelah persyaratan terpenuhi ujar Agus Akbar, Tergugat (Pemkot Singkawang) telah melakukan pemeriksaan ke lokasi tanah milik Tjung Subianto, dan telah memberikan persetujuan pada gambar site plan yang ditandatangani oleh Plt. Kepala Bidang Penataan Ruang.
Kemudian lanjut Agus Akbar, Tergugat menerbitkan Surat tanggal 23 September 2019 Nomor. 503/237/PPT.B perihal Penolakan Permohonan IPPT, dengan alasan yang menurut penggugat melalui kuasa hukumnya, sangat tidak masuk akal dan bertentangan dengan hukum, yakni:Lokasi tanah milik Tjung Subianto dikatakan masuk dalam Pola Ruang Terbuka Hijau Lapangan Olah Raga (RTH LOR) dan Taman Kota; Terkena Peraturan Daerah (PERDA) Singkawang Nomor 1 Tahun 2014 tentang RTRW Kota Singkawang Tahun 2013-2032.
Hal ini tegas Agus Akbar jelas menimbulkan kegeraman terhadap kliennya karena tergugat menjadikan/menyandra tanah milik penggugat dengan dalih PERDA. Tindakan tergugat merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) oleh Pemerintah Kota Singkawang.
Menurut penggugat melalui Kuasa hukumnya, Pemerintah Kota Singkawang tidak pernah mensosialisasikan kepada masyarakat/warga yang tanahnya masuk dalam zona/jalur hijau. Namun dengan sewenang-wenang Pemkot Singkawang mematikan hak keperdataan klinnya.
Ironinya lanjut Agus Akbar, Surat Nomor. 503/237/PPT.B perihal Penolakan Permohonan IPPT tersebut tidak pernah dikirimkan secara langsung oleh tergugat (Pemkot Singkawang) kepada penggugat (Tjung Subianto) sebagai pemohon penerbitan IPPT. Oleh Tergugat dikirim kepada Kepala Kelurahan Melayu. Padahal, dalam berkas permohonan IPPT tertulis jelas nama dan alamat lengkap Pemohon IPPT. Bahkan, sampai saat ini menurut Agus Akbar pihaknya tidak pernah mendapatkan asli surat penolakan permohonan IPPT yang dibuat oleh Tergugat.
“Kami hanya dikirmkan surat yang sudah di-scan dan difoto melalui whatsApp oleh pihak Kelurahan Melayu, Kecamatan Singkawang. (dalam persidangan pembuktian surat kami hanya membuktikan foto copy surat penolakan tanpa dapat memperlihatkan asli surat penolakan tersebut). Memintanya foto copy surat penolakan pun kami harus bersusah payah, bahkan terpaksa kami menegur keras pihak Kelurahan melayu,” ujar Agus Akbar mewakili penggugat.
Agus Akbar menduga ada unsur sengaja dari oknum-oknum pegawai Pemerintah Kota Singkawang tidak segera atau tidak mengirimkan langsung surat penolakan penerbitan IPPT tersebut agar melampaui 90 hari batas waktu mengajukan gugatan sebagaimana diatur dalam Pasal 55 Undang-undang RI Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Walau kami telah berusaha meyakinkan Majelis Hakim PTUN Pontianak ujar Agus Akbar, dan semaksimal mungkin membuktikan alasan hukum sehingga gugatan dikualifikasikan melampaui batas waktu 90 hari sebagai mana ketentuan pasal 55 tentang PTUN karena adanya upaya yang dilakukan oleh oknum-oknum Pemerintahan Kota Singkawang secara sengaja tidak segera mengirimkan surat penolakan tersebut, yang diduga bertujuan menghilangkan hak keperdataan penggugat, dan fungsi sosial atas bidang tanah tersebut. Namun Majelis Hakim tetap menolak gugatan tersebut.
“Kami menduga kuat adanya kelompok-kelompok tertentu yang ingin mengambil alih tanah milik Klien kami dengan cara dimatikan haknya dengan penetapan zona hijau untuk dilakukan pembangunan yang menunjang kepentingan bisnis kelompok-kelompok tertentu yang didukung oleh oknum-oknum Pejabat Pemerintah Kota Singkawang,” tandas Agus.
Faktanya lanjut Agus nAkbar, lokasi tanah Kliennya terletak di jalan Merdeka yang merupakan Kawasan Pusat Pelayanan Kota dengan Kawasan Utama dan bukan masuk dalam zona hijau.
Surat nomor:503 tentang Penolakan Permohonan IPPT jelas telah bertentangan dengan Pasal 6 Undang-undang Nomor 5 Tahun 19690 tentang Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) yang menyatakan semua hak atas tanah memiliki fungsi sosial.
“Apakah Perda biasa mengalahkan Undang-undang, dalam hal ini Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) yang merupakan karya agung dari putra-putri terbaik bangsa Indonesia,” ujar Agus nada bertanya.
Dalam persidangan di PTUN Pontianak lanjut dia, gugatan penggugat dinyatakan tidak dapat diterima karena alasan tenggat waktu. Kemudian penggugat melakukan upaya hukum Banding di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT-TUN) Jakarta. Putusan Perkara Banding Nomor.66/B/2021/PT-TUN.JKT tanggal 20 April 2021 menguatkan Putusan PTUN Pontianak Nomor.19/G/2020/PTUN.Ptk.
Terlihat jelas ungkap Agus Akbar, Majelis Hakim tidak melakukan pemeriksaan secara sungguh-sungguh dan hanya melihat keberatan dari pihak Pemerintah Kota Singkawang. Putusan-putusan yang demikian, sangat jelas telah mencederai rasa keadilan. Putusan menggambarkan adanya keberpihakan kepada penguasa.
Dalam mencari kebenaran dan keadilan, kami saat ini telah menempuh upaya hukum kasasi melalui Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI). Perkara Kasasi di MA dengan Register perkara Nomor 382 K/TUN/2021 diperiksa Hakim Agung.
“Kami menunggu, apakah Kasasi ini akan bernasib sama seperti putusan PTUN dan PTTUN sehingga kami menjadi korban ketidak adilan oleh oknum-oknum penguasa yang berkolaborasi dengan kaum kapitalis guna kepentingan bisnis kelompok tertentu,” ujar Agus Akbar mengakhiri keterangan Persnya di Jakarta, Senin (22/11/2021). (MA)