Kota Bekasi, pospublik.co.id - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bekasi melarang wartawan membawa fasilitas pendukung berupa Hand Pone (HP) dan tas kecil berisi data yang hendak dikonfirmasi kepada Kasi Intel, Yadi Cahiyadi, SH.
Menurut petugas Resepsionis, tas kecil berikut HP wartawan wajib dititip dibagian resepsionis penerima tamu di lantai satu sebelum menaiki life menuju ruangan Kasi Intel adalah instruksi Kasi Intel Yadi Cahiyadi, SH.
Situasi ini pun membuat wartawan sangat kesulitan saat konfirmasi dengan Kasi Intel Kejari Kota Bekasi. Pasalnya, wartawan yang lajim merekam penjelasan/keterangan pejabat terkait pertanyaan yang diajukan bertujuan untuk memastikan akurasi pemberitaan. Namun kesempatan itu menjadi hilang akibat aturan yang dibuat-buat tanpa alasan yang jelas.
Ketika Kasi Intel Kejari ini ditanya terkait larangan membawa fasilitas tersebut, dia berusaha mengalihkan pembicaraan pada topik lain. Ditanya, apa kira-kira yang dikhawatirkan sehingga fasilitas pendukung profesi wartawan harus dititip di resepsionis, Kasi Intel Kejari Kota Bekasi, Yadi Cahiyadi mengaku tidak ada yang dikhawatirkan.
Berita Terkait:
Yadi mengaku tidak ada yang dikhawatirkan, namun dia membuat aturan yang tidak masuk akal seolah-olah ingin membatasi kebebasan pers untuk berkarya, sekaligus menimbulkan asumsi negatif, "Apakah aturan ini sengaja dibuat sebagai jebakan becman menunggu wartawan salah tulis".
Terkait laporan informasi yang disampaikan wartawan maupun LSM tentang dugaan tindak pidana korupsi, Kasi Intel Kejari Kota Bekasi ini selalu berpedoman terhadap penjelasan Inspektorat Kota Bekasi.
Setiap laporan, baik dari LSM maupun laporan informasi dari wartawan, Kejari Kota Bekasi selalu melimpahkan ke Inspektorat. Jika jawaban Inspektorat ke Kejari dikatakan tidak ditemukan Tindak Pidana Korupsi, maka itulah kesimpulan yang disampaikan kepada pelapor.
Anehnya, Kasi intel tidak berkenan menyampaikan penjelasan itu secara tertulis kepada pelapor. Menurut Kasi intel, cukup dijelaskan secara lisan, tidak ada SOP untuk menjelaskan secara tertulis.
Dengan membaca hasil audit inspektorat, maka dugaan tindak pidana menjadi clir end clin walau bagi pelapor, penjelasan itu tidak masuk akal.
Misalnya kegiatan outing class SMPN-8 Kota Bekasi tahun ajaran 2019-2020, berdasarkan audit Inspektorat, terjadi sisa lebih penggunaan anggaran (SiLPA) sekitar Rp.127.034.1000,. Namun ketika temuan Inspektorat ini dilaporkan ke Kejaksaan, laporan itu dilimpahkan lagi ke Inspektorat.
Penjelasan dari inspektorat dalam surat Nomor:742/961/Itko tertanggal 18 Mei 2021 menurut Kasi Intel, telah dibuatkan berita acara (BA) serahterima saldo Rp.127 juta ke Komite dan bendahara sekolah berikut alternatif penggunaan.
Penjelasan Inspektorat ujar Kasi Intel Yadi Cahiyadi, sebahagian anggaran telah digunakan pihak sekolah membeli pulsa siswa junior, dan saldo sekitar Rp.53 juta disimpan di Rek nomor:0100863801100 atas nama Komite sekolah di Bank Jabar Banten.
Menurut Kasi intel, SiLPA outing class tersebut telah dibelanjakan sekitar Rp.74 juta untuk membeli pulsa siswa junior dan kebutuhan lain pihak sekolah. Namun ketika ditanya, apakah anggaran itu tidak tumpang tindi dengan Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Yadi Cahiyadi terlihat tidak suka dengan pertanyaan itu, nada bicaranya pun naik.
"Sudah dijelaskan tidak ditemukan unsur tindak pidana korupsi, apalagi," kilahnya dengan nada kurang bersahabat.
Padahal, temuan ini berawal dari audit inspektorat Kota Bekasi. Tetapi, ketika dilaporkan ke Kejari, tertanggal 25 Januari 2021 dengan nomor surat:06/RED-PP/LI/I/2021, Kejari justru balik melimpahkan ke Inspektorat.
Setelah 9 bulan sejak dilaporkan ke Kejari, baru kemudian dapat penjelasan kalau dana itu telah digunakan pihak sekolah untuk pembiayaan yang dicover dana BOS. Penggunaan anggaran yang tumpang tindih ini pun seolah dilegitimasi Kejaksaan Negeri Kota Bekasi.
Hukum pun nampaknya menjadi mandul walau diketahui dana SiLPA outing class tersebut digunakan membiayai yang telah dicover dana BOS, dan tidak relefan digunakan selain kegiatan outing class siswa kelas IX yang telah lulus tahun ajaran 2019-2020 dan melanjut ke SMA dimana-mana.
Begitu juga laporan LSM Master terkait pengadaan mebulair SDN dan SMAN tahun anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) TA-2020 senilai Rp. 31 Miliar, plus Bantuan Propinsi DKI Rp.5,5 Miliar yang diduga sarat Korupsi, Kejari lagi-lagi melimpahkan ke Inspektorat. Penjelasan Inspektorat yang menyebut tidak ditemukan unsur tindak pidana, oleh Kejari Kota Bekasi digunakan melegitimasi dugaan itu menjadi clir end clin.
Padahal, secara eksplit pelapor (LSM Master) dalam laporanya telah mengurai dugaan Tipikor dalam kegiatan itu, yakni:
- Mur tidak dipasang ring
- Cat anti karat sudah pada terkelupas selang beberapa hari setelah serah terima barang
- Siku-siku tidak simetris
- Merk hanya tempelan tidak ketukan/emboss pada fisik barang
- Dugaan terjadi Monopoli, dan
- Adanya Broker menggerogoti uang negara tersebut
Namun Kejari tetap berpatokan terhadap penjelasan inspektorat, sekaligus melegitimasi kegiatan itu tidak bermasalah. Entah sejak kapan Inspektorat diperkenankan memeriksa pihak ketiga (pihak swasta), sehingga hasil pemeriksaan Inspektorat menjadi valid.
Menurut informasi, bagi Kejari Kota Bekasi tidak ada yang mustahil. Yang tidak mungkin bisa jadi mungkin. Contohnya ujar sumber yang layak dipercaya, kasus yang menyeret Kepala Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 19 menjadi tersangka dugaan korupsi dalam Proyek pembangunan RKB, Auditornya adalah salah satu Dinas di Kota Bekasi.
"Mudah-mudahan pengacaranya jeli. Kalau pengacaranya jeli, saya pastikan tersangkanya bebas," ujar sumber seraya menyebut kasus itu sangat menarik untuk diikuti.
Soalnya, proyek pembangunan RKB SMAN-19 tersebut baru selesai dan belum diperiksa Inspektorat Propinsi, Kejari Kota Bekasi sudah duluan masuk dan menetapkan tersangka.
"Sementara untuk kasus dugaan korupsi di Pemkot Bekasi yang sudah diaudit Inspektorat, kemudian dilaporkan ke Kejari, kembali dilimpahkan ke Inspektorat. Berbeda dengan Kasus SMAN-19 tidak diserahkan terlebih dahulu ke Inspektorat," ujar sumber.
Anehnya kasus itu lanjut sumber, pihak sekolah melaporkan ke Polisi data hilang, ternyata ketika Kepsek dipanggil ke Kejari Kota Bekasi, data yang dilaporkan hilang itu ada di ruangan Kasi Intel. "Anehkan," ujar sumber seraya menyebut tersangka pasti bebas kalau dia pengacaranya. (MA)