Dinas Pendapatan Daerah Kota Bekasi |
Dalam Berita Acara Penyidikan (BAP) Polda Metro Jaya (PMJ), Rekening terdakwa Rita Sari Dewi Latanna di Bank Jawa Barat (BJB) disebut diblokir, namun bukti surat pemblokiran tidak tercantum dalam berkas perkara, sehingga, oleh Majelis Hakim mempertanyakan keberadaan bukti surat yang didalamnya katanya salso terakhir hanya sekitar Rp.2.266 Miliar.
Terhadap pertanyaan mejelis hakim tersebut, JPU Ni Made Wardani tampak salah tingkah dengan membolak balik berkas dihadapannya. Hal ini pun menjadi bisik-bisik di ruang sidang, karena sangat aneh dan janggal bukti surat bisa tidak ada dalam berkas.
“Jaksa kayak main-main kerjanya. Sebelum P21 tahap dua, ada kesempatan Kejaksaan meneliti berkas, apakah sudah lengkap atau masih ada yang harus dilengkapi penyidik. Jaksa punya kewenangan mengembalikan berkas jika dianggap belum lengkap. Perkara ini P21 tahap dua, tetapi bukti surat bisa tidak ada diberkas, aneh bin ajaib,” bisik pengunjung didalam ruang sidang seraya menuding kinerja oknum Jaksa tidak becus.
“Bukan kami yang memblokir ya, jadi kami perlu tau dan lihat itu bukti surat pemblokiran. Diberkas dikatan diblokir, buktinya mana, itu yang perlu kami tau,” tegur majelis hakim.
Dalam BAP, jumlah saldo terakhir di Rekening milik terdakwa Rita Sari Dewi Latanna yang diblokir sekitar Rp.2.266 miliar. Namun hanya sebatas angka, JPU tidak dapat membuktikan surat pemblokiran tersebut di hadapan majelis hakim.
Dalam dakwaan JPU, terdakwa Rita Sari Dewi Latanna, SH. M.Kn dijerat pasal alternatif, yakni: Primair Pasal 374 KUH Pidana, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana, Jo Pasal 64 ayat (1) Ke-1 KUH Pidana, dan subsidaer Pasal 372 KUH Pidana, Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP, Jo Pasal 64 ayat (1) Ke-1 KUH Pidana.
Menurut Jaksa, terdakwa (Notaris Rita Sari Dewi Latanna, SH. M.Kn) bersama sama dengan Laksana Setiawan Sitompul (perkara spilit) dan Mantri Adietia (Perkara split) melakukan penggelapan uang yang seharusnya disetorkan ke Kas Negara untuk pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Akibat perbuatan para terdakwa, konsumen PT. Cipta Sedayu Indah dan Perusahaan menderita kerugian sekitar Rp.29,272 Miliar.
Sesuai Standart Operasional Prosedur (SOP) penyetoran BPHTB yang diatur pemerintah, konsumen/pembeli unit rumah/ruko meminta PPAT mengimput data BPHTB melalui aplikasi e-BPHTB (data pembeli, penjual dan data objek pajak). Konsumen akan mendapat kode booking dari PPAT yang ditunjuk depeloper. Kode booking kemudian diserahkan ke teller Bank, dan selanjutnya pihak Bank mengimput kode booking tersebut dan konsumen/pembeli rumah/ruko membayar BPHTB melalui Bank. Kemudian, bukti setor tersebut divalidasi ke Dinas Pendapatan Daerah Kota Bekasi.
Konon, dengan embel-embel memudahkan konsumen membayar BPHTB, PT. CSI menyuruh para konsumen untuk mentransper biaya BPHTB tersebut ke Rekening Nomor:002540107102 atas nama terdakwa Rita Sari Dewi Latanna di Bank Jabar Banten (BJB) Cabang Juanda Kota Bekasi yang ditunjuk PT. CSI menerima titipan pembayaran BPHTB dari para konsumen.
Konsumen yang terperdaya embel-embel memudahkan membayar BPHTB tersebut, akhirnya mentransper biaya BPHTB tersebut ke Rek terdakwa Rita. Tim Follow AJB pun menyiapkan berkas untuk pelaksanaan AJB dan meminta sertifikat asli dari bagian arsip untuk diserahkan kepada terdakwa Rita.
Seharusnya, setelah dilakukan pengecekan sertifikat, maka terdakwa akan menyetorkan BPHTB atas nama konsumen ke Kas Negara untuk selanjutnya dibuatkan AJB. Kemudian konsumen akan diundang untuk penandatanganan AJB di Kantor Notaris (terdakwa). Selanjutnya, minuta AJB dibawa ke kantor PT. CSI agar ditanda-tangani kuasa Direksi. Ternyata apa yang terjadi, uang raib, penandatangan AJB hanya dibibir saja.
November 2020, perbuatan terdakwa Rita Sari Dewi Latanna bersama-sama dengan Laksana Setiawan Sitompul dan Mantri Adietia diketahui oleh saksi Rina Sari saat melakukan pengecekan data. Rina Sari menemukan data kurun waktu 2017 -2020 ada 889 konsumen PT. CSI yang sudah melakukan pembayaran BPHTB melalui rek terdakwa Rita, dengan total Rp.52, 516 Miliar.
Dari jumlah 889 rruko/rumah tersebut, hanya 506 rumah/ruko yang disetor BPHTBnya ke Kas Daerah (Rp.13 Miliar) oleh terdakwa Rita. Angka itu pun terdapat lebih bayar dari konsumen sebesar Rp.7, 025 Miliar masuk ke Rek terdakwa.
Sementara 383 konsumen PT. CSI yang telah menyetor BPHTB melalui PPAT (terdakwa Rita), belum menandatangani AJB, dan 298 unit belum disetorkan konsumen BPHTBnya. 85 konsumen yang sudah membayar BPHTB tidak teridentifikasi unitnya dan belum disetorkan BPHTBnya oleh terdakwa Rita. Sehingga, total BPHTB yang dititip konsumen melalui terdakwa Rita diperkirakan raib sekitar Rp.29,485 Miliar.
Untuk memuluskan modus operandi tersebut, terdakwa Laksana Setiawan Sitompul (perkara spilit) bertugas mengarahkan konsumen yang unit rumah/rukonya lunas agar menyetor BPHTB melalui rekening terdakwa Notaris Rita Sari Dewi Latanna.
Dipersidangan terungkap, konsumen sudah membayar lunas, tetapi terdakwa Rita hanya menyetor sebahagian, sebahagian lagi digunakan untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, kelompok atau korporasi. Diantara 383 konsumen, Andreas mengaku sudah setor ke Rek PPAT Rp.60 juta, Antoni Rp.60 juta, Heru Rp.60 juta, dan Jenio Rp. 60 juta, masing-masing adalah Konsumen PT. CSI (PT. Cipta Sedayu Indah).
Menurut saksi dari managemen PT. CSI, pada tahun 2020, para konsumen datang ke perusahaan (PT. CSI) menanyakan kapan penandatanganan AJB. Dikonfirmasi kepada terdakwa Rita Sari Dewi, dia beralasan belum cek Sertifikat di BPN dan berjanji akan segera diselesaikan. Namun hingga perkara ini dilaporkan ke KePolisian 26 November 2020, hak Konsumen tidak kunjung dilaksanakan terdakwa.
Kesaksian managemen Bank Jabar Banten (BJB), ditemukan transaksi berulang antara Rek terdakwa Rita Sari Dewi Latanna ke Rek. Laksana Setiawan Sitompul dan Mantri Adietia di BCA. Atas permintaan penyidik Polda Metro Jaya, Rek terdakwa Rita Sari Dewi di BJB telah diblokir, dan Saldo terakhir Rp.2,266 miliar.
Menurut majelis hakim, karena pemblokiran itu bukan prodak majelis/pengadilan, seharusnya terlampir diberkas. "Bagaimana Jaksa, katanya diblokir, yang blokir itu siapa, dan isinya seperti apa, harus jelas," tegur Hakim. (MA)