Sidang Pemeriksaan Saksi Fakta dan Saksi Ahli |
Sidang yang dipandu Ketua majelis hakim, Ranto Indra Karta, SH. MH, dibantu hakim anggota, Abdul Rofiq, SH. MH dan Rahman Rajagukguk, SH. MH tersebut boleh dikatakan berjalan lancar walau beberapa kali majelis terpaksa menegur saksi Edy, S.Sos karena dianggap tidak tegas dalam memberikan keterangan.
Edy yang kemudian diketahui selaku anggota DPRD Fraksi Golkar Kota Bekasi ini kerap mengatakan mungkin dalam kesaksiannya ketika ditanya pengacara tergugat maupun hakim. Sewaktu majelis hakim memeriksa identitas saksi, saksi menyebut tidak ada keterkaitan dirinya dengan penggugat, padahal belakangan diakui sebagai Ketua harian DPD II PG Kota Bekasi, membuat tergugat menilai ada ketidak jujuran.
Saksi kemudian mengaku ditunjuk Ketua DPD II PG Kota/Kab. Bekasi menjadi sekretaris Tim Asset melakukan negosiasi kepada tergugat (Drs. Andi Iswanto Salim) dalam penyelesaian putusan perkara Nomor:41/Pdt.G/2015/PN. Bks yang telah lama inkrah.
Saksi Edy membenarkan adanya pertemuan Tim Asset DPD II PG Kota/Kab. Bekasi dengan tergugat Drs. Andi Iswanto Salim yang dalam pertemuan itu dilakukan negosiasi pengembalian dana yang sempat diterima penggugat dari tergugat senilai Rp.15 Miliar.
Namun ketika tergugat melalui pengacaranya, Mangalaban Silaban, SH. MH dan Nembang Saragi, SH menanyakan, apakah hasil pertemuan itu dilaporkan kepada Ketua DPD selaku pemberi tugas terhadap Tim Asset, saksi mengaku tidak tau, kemungkinan dilaporkan Ketua Tim.
Bahasa kemungkinan yang berulang disampaikan saksi akhirnya mendapat teguran dari majelis hakim. Walau sudah diingatkan, kata “mungkin” masih saja terulang membuat pengacara tergugat dan hakim risih, padahal sesungguhnya, kasus posisi yang dijelaskan saksi sangat dominan membantu tergugat.
Misalnya, saksi membenarkan ada penawaran Rp.15 Miliar dari DPD II PG Kota/Kab. Bekasi, atas petunjuk dari Ketua DPD II PG Kota Bekasi, Dr. Rahmat Effendi, dan angka yang diminta tergugat Drs. Andi Iswanto Salim kepada penggugat melalui Tim asset senilai Rp.25 miliar. Namun, permintaan DPD II PG Kota/Kab. Bekasi melalui Tim Asset itu, tidak selaras dengan dana consinyasi yang dititip pada Kas Kepaniteraan PN Bekasi yang hanya sekitar Rp.5.538.000.000,-.
Saksi mengetahui ada putusan perkara Nomor:41/Pdt.G/2015/PN. Bks yang menjadi objek dan subjek timbulnya sengketa gedung DPD II PG Kota Kab. Bekasi ini. Keterangan saksi dipersidangan, munculnya Akta Van Dading Nomor:41/Pdt.G/2015/PN. Bks karena penggugat membatalkan Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB) yang akhirnya disepakati dengan tergugat.
Kepada majelis hakim, saksi menyebut, pembatalan PPJB itu diajukan penggugat karena objek yang diperjual belikan itu sebahagian belum sertifikat, masih bentuk hibah dari PT. Kedaung, dan belum balik nama. “Saya tidak tau kekuatan hukumnya Hibah itu yang mulia”, ujar saksi.
Keterangan saksi ini menjadi perhatian menarik buat majelis hakim. “Milik orang lain tapi dijual, bagaimana ini,” ujar hakim bertanya. Namun saksi mengaku tidak paham awal terjadinya PPJB tersebut.
Dalam sidang terbuka untuk umum tersebut, majelis hakim menggambarkan terjadinya sengketa ini karena dari awalnya dilakukan PPJB memang sudah tidak benar. “Bukan miliknya kenapa dijual, ya begini jadinya. Kalau dasarnya sudah salah, akhirnya ya seperti ini,” ujar hakim seraya berpesan supaya masing-masing pihak lebih baik menempuh upaya damai.
“Saudara saksi mengatakan Tim Asset DPD II PG Kota/Kab. Bekasi telah menawarkan Rp.15 Miliar, dan tergugat Drs. Andi Iswanto Salim minta Rp.25 Miliar, kan tinggal meningkatkan pendekatan, barangkali saudara Andinya bisa turun dan penggugat bisa naik, kan klir, istilahnya begitu,” ujar majelis membuka wawasan mediasi.
Namun terungkap dipersidangan, angka-angka yang disebut saksi dalam persidangan ini tidak ada tindak lanjutnya sejak Maret 2020 hingga sekarang. Justru kemudian muncul gugatan ke-IV walau tiga (3) perkara gugatan sebelumnya selalu NO oleh majelis hakim PN Bekasi, dan Pengadilan Tinggi (PT) Bandung, Jawa Barat.
KETERANGAN AHLI HUKUM PERDATA
Sementara keterangan Ahli hukum perdata, yang juga dosen Pasca Sarjana di Universitas Gaja Mada (UGM), Dr. Henri Pandiangan dalam penjelasannya dipersidangan dengan tegas mengatakan, kata DENDA dalam sebuah perjanjian jauh berbeda dengan yang disebut bunga Bank yang diatur UU. Menurut Ahli, denda yang disepakati para pihak dan didaftarkan bersifat mengikat dan wajib dilaksanakan.
Keterangan ahli ini nampaknya cukup memberi pencerahan terhadap materi gugatan Nomor:47/Pdt.G/2021/PN.Bks yang mendalilkan denda yang dimaksud dalam putusan perkara Nomor:41/Pdt.G/2015/PN.Bks sebesar 1 persen per hari terjadi kesalahan atau melanggar hukum karena suku bunga Bank maksimal enam persen (6%) per tahun.
Menurut Ahli, tujuan denda dalam sebuah klausul perjanjian adalah bersifat memaksa agar masing-masing pihak yang membuat perjanjian itu patuh dan tunduk terhadap kesepakatan tersebut.
Karena penjelasan Ahli ini nampaknya cukup gamblang dipahami dan dimengerti, pengacara tergugat menganggap cukup jelas dan hakim pun berpendapat keterangan Ahli cukup. Sidang akhirnya ditutup dan dilanjutkan pekan depan, Selasa (28/09) agenda Kesimpulan. (MA)