Mahkamah Agung RI |
Keseriusan Pemerintah RI memerangi tindak pidana penyalahgunaan dan peredaran narkotika dengan membentuk lembaga khusus, yakni Badan Narkotika Nasiinal (BNN) seolah dipandang sebelah mata oleh oknum-oknum hakim di Pengadilan Negeri Kelas IA khusus Kota Bekasi.
Terdakwa Arjum Muhamad warga negara Asing ini oleh majelis Hakim pimpinan Dr, Indah Wastukencana Wulan, SH., MH dibantu hakim anggota, Tardi SH dan Anzar Majid SH., MH hanya dihukum 1 tahun penjara dan denda Rp.800 juta subsidaer 1 bulan kurungan.
Padahal, Jaksa Penuntut umum, Satriya Sukmana dari Kejaksaan Negeri Kota Bekasi, menuntut terdakwa 6 tahun penjara, dan denda Rp.1 Miliar, Subsidaer 6 bulan kurungan.
Terdakwa Arjun Muhamad dengan register perkara No.317/Pid.Sus/2021/PN.Bks ini, oleh JPU Kejari Kota Bekasi, Satrya Sukmana SH, dijerat pasal 114 dan pasal 112 UU Narkotika.
Dalam amar putusan, majelis hakim tersebut, menghukum terdakwa Arjun Muhamad hanya 1 tahun penjara dan denda Rp 800 juta, subsidaer 1 bulan kurungan.
Anehnya, berdasarkan penetapan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Kota Bekasi, yang menjadi Ketua majelis hakim adalah Dr. Indah Wastukencana Wulan, SH., MH, namun dipersidangan saat pembacaan putusan, yang duduk dikursi Ketua dan yang ketok palu adalah Anzar Majid.
Majelis hakim yang satu ini memang sering menjadi perhatian publik di PN Bekasi Kota dalam menangani atau memeriksa perkara. Hak preoregatif hakim memang dijamin oleh UU, namun jangan sampai ada kesan semau gue tanpa memperhatikan UU pula.
Berita Terkait :
https://www.pospublik.co.id/2021/08/kondisi-pandemi-oknum-hakim-mengaku.html
Baru-baru ini misalnya, untuk menyidangkan perkara No. 440/Pid.sus/2021/PN. Bks, atas terdakwa Narwan yang juga dijerat Pasal 114 dan Pasal 112 UU Narkotika, disidangkan sendiri oleh Anzar Majid SH., MH dengan alasan situasi covid-19, dan anggota majelis hakim tidak masuk.
Sidang pembacaan dakwaan, Pemeriksaan saksi dari Polisi, dan pemeriksaan terdakwa dilakukan sekaligus hari itu, Selasa (10/8/21) oleh Anzhar Madjid. Bagaikan perkara Tipiring, Anzar Madjid menutup sidang dan dilanjutkan sepekan kedepan dalam agenda tuntutan.
Terdakwa Marwan oleh JPU Kejari Kota Bekasi, Satrya Sukmana SH, dijerat pasal 114 dan 112. Dalam perkara ini, penyidik mengamankan barang bukti 10 gr daun ganja kering, dan 0,10 gram sabu yang ditemukan Polisi dari tempat terpisah, serta uang hasil transaksi jual-beli senilai Rp. 9 juta.
Ketika fenomena menarik perhatian ini dikonfirmasi wartawan kepada Humas PN Bekasi, Beslin Sihombing, SH. MH, dia mengaku sudah berusaha konfirmasi kepada salah satu hakimnya, tetapi tidak ada tanggapan.
Menurut Beslin, sesuai UU, Humas tidak diperkenankan menilai atau mengomentari pertimbangan hakim dalam memutus perkara. Baik yang sudah inkrah maupun yang sedang berproses. Beslin pun pempersilahkan wartawan konfirmasi langsung kepada hakim yang bersangkutan.
Anzhari ketika dikonfirmasi, menyebut, jika dalam kondisi normal tidak diperkenankan perkara itu disidangkan hakim tunggal. Tetapi karena ini kondisi pandemi dan perkaranya harus cepat ujar dia, demi kepastian hukum tidak masalah disidangkan sendiri.
Menurut Anzhar Majid, laporan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Satria Sukmana dari Kejari Kota Bekasi, dan Panitera Pengganti (PP), Wahyu Ekawati, penahanan sudah mau habis, dan mau diperpanjang. Tidak boleh diperpanjang kalau belum disidangkan, sehingga disidangkan sendiri tanggal 10 itu.
Dengan pertimbangan habis masa penahanan, Pemeriksaan perkara nomor :440/Pidsus/2021/PN.Bks atas nama terdakwa, Marwan yang dijerat pasal 114 ayat (1), (2) dan pasal 112 ayat (1), (2) UU Nomor.35 tahun 2009 tentang Narkotika ini pun dilakukan sendiri oleh Anzhar Majid, mulai dari pembacaan dakwaan, pemeriksaan saksi Polisi dan terdakwa secara maraton hari itu juga, tanpa dihadiri hakim anggota, masing-masing: Indah Wastu Kencana Wulan, SH. MH, dan Tardi, SH. MH yang memvonis terdakwa WNA Arjun Muhamad 1 tahun penjara.
Tanggapan Praktisi Hukum:
Menanggapi Vonis 1 tahun untuk terdakwa WNA Arjun Muhammad tersebut, pemerhati hukum, Ius Cupa Siregar, SH kepada wartawan menyebut perlu dilakukan eksaminasi dari pimpinan lembaga yang bersangkutan.
Menurut Cupa, jangan sampai ada kesan bagi Warga Negara Asing kalau hukum di Indonesia ini gampang dipengaruhi. Kasihan pendiri bangsa ini kalau sampai-sampai WNA itu menggampangkan hukum di Negeri ini, yang nantinya semakin jor-joran melanggar UU Narkotika karena menganggap penegakan hukum di Republik ini tidak serius.
Masalahnya jika bicara Orang Asing ujar Cupa, taruhannya adalah kebangsaan dan Negara. Jadi jika melihat dari persfektif kebangsaan, putusan/Vonis 1 tahun penjara itu sudah harus dieksaminasi oleh lembaga yang bersangkutan. (MA)