Ferdinan Motororing dari Kantor Hukum AMPERA |
Kab. Bekasi, pospublik.co.id - Permohonan praperadilan yang diajukan pemohon, Herman Bin Marjuki melalui kuasa hukumnya dari Kantor Hukum "AMPERA" melawan Polrestro Bekasi Kabupaten selaku termohon-I dan Polsek Babelan selaku termohon-II melalui PN Cikarang Bekasi, akan digelar hari ini, Kamis (27/5/2021).
Jadwal sidang, Kamis (27/05/2021) disampaikan juru sita lewat relass panggilan Nomor:3/Pid.Pra/2021/PN. Ckr kepada kuasa hukum pemohon yang beralamat di Auto Glow Jln. Sultan Agung No.28-B, Kota Baru Kranji, Kota Bekasi, Jumat (21/05/2021) atas perintah Ketua PN Cikarang Bekasi Nomor:W.11.U23/192/HK.02/V/202.
Permohonan praperadilan diajukan tersangka, Herman Bin Mardjuki (45), warga Kpg Ujung Harapan, Gg Veteran, Rt.01/Rw.03, Desa Bahagia, Kec. Babelan, Kab. Bekasi, melalui kuasa hukumnya, Jaungkap Edward Simatupang, SH. MH, Sri Yanti Simamora, SH, Ferdinan Montororing, SH. S.Kom, dari Kantor Hukum “AMPERA” di P Cikarang melawan Kapolrestro Bekasi Kabupaten selaku termohon-I dan Kapolsek Babelan sebagai termohon-II.
Menurut pemohon, Praperadilan merupakan sarana yang diatur oleh UU untuk menguji apakah penyidik sudah benar melakukan penangkapan, penahanan, penetapan tersangka, dan penyitaan barang bukti.
Menurut kuasa hukum pemohon, setelah mempelajari kronologis dan proses hukum yang diterapkan penyidik terhadap kliennya, berbagai hal menunjukan kejanggalan. Mulai dari proses penangkapan, penahanan, hingga penetapan tersangka, penyitaan barang bukti, termohon diduga keras menabrak UU.
Oleh sebab itu, kepada hakim yang memeriksa dan mengadili perkara praperadilan ini, pemohon memohon agar:
- Menyatakan penyidikan terhadap pemohon sesuai LP. Nomor:Pol.362/291/SPKT/K/III/2021. Restro. Bks, tertanggal 22 Maret 2021 tidak sah.
- Menyatakan tindakan penahanan dan penyitaan terhadap benda-benda yang disita oleh termohon tidak sah.
- Menetapkan, memerintahkan kepada termohon untuk memerdekakan pemohon dari tahanan termohon-I, dan mengembalikan benda-benda milik pemohon yang disita termohon.
KRONOLOGIS PERKARA
Kuasa hukum tersangka, Ferdinand Montororing, SH, S.Kom menyebut, penangkapan oleh Polisi terhadap kliennya terjadi Minggu (21/03/2021) sekira pukul 15.30 Wib. Klien (tersangka Herman bin Mardjuki) yang sedang beristirahat di rumahnya kedatangan tamu beberapa orang pria yang tidak ia kenal. Awalnya dia mengira para tamu adalah orang yang ingin konsultasi soal penyakit karena dirinya menjalankan praktek pengobatan alternatif atau “non medis”.
Saat ngobrol para tamu ity menanyakan berita yang viral di kanal youtube (internet). Tak berselang lama, barulah diketahui bahwa mereka adalah Anggota Polri dari Polsek Babelan setelah memerintahkan ikut ke kantor Polisi. Herman bin Mardjuki yang berusaha berusaha bertanya masalahnya apa, hanya mendapat jawaban, "Nanti di Kantor Polisi". Dia (Herman) bersama isteri dan anaknya yang masih balita (2thn) bersama kedua mertuanya, serta anak bungsu dari mertuanya yang baru berumur 3 tahun digelandang ke Polsek Babelan.
Ternyata ujar Ferdinand, penangkapan Kliennya bersama keluarganya dilatarbelakangi pemberitaan di kanal youtube (media sosial) yang memuat berita seakan-akan Herman memiliki ilmu pengetahuan menggandakan uang, yang diasumsikan Polisi bertujuan untuk melakukan penipuan kepada masyarakat.
Padahal lanjut dia, gamar yang viral di media sosial itu adalah uang mainan anak-anak (uang monopoli) untuk memperkenalkan diri atau promosi sebagai paranormal (tabib) yang mampu memberi pertolongan bagi masyarakat yang mengalami gangguan penyakit akibat kerasukan roh-roh jahat.
“Setelah dilakukan pemeriksaan di Kantor Polsek, baik kepada Herman bin Mardjuki dan saksi-saksi, Polisi tidak menemukan bukti-bukti seperti prasangka melakukan penipuan dengan cara menggandakan uang seperti yang viral di media sosial. Karena Polisi tidak dapat bukti yang cukup, mengenai penipuan, Polisi pun mencari-cari alasan lain untuk memenjarakan Herman,” terang Dosen pengasuh Hukum Pidana di Universitas Mpu Tantular ini.
Kemudian ujar Ferdinand, Herman bersama keluarganya dibawa ke Polres Metro Bekasi Kabupaten dan dilakukan pemeriksaan ulang oleh Penyidik Unit PPA. Oleh penyidik, kepada Sartubi (Mertua Herman) menyuruh menanda tangani sebuah dokumen dengan iming-iming persyaratan untuk membebaskan menantunya, ternyata bohong.
“Keesokan harinya setelah ditahan 2x24 jam, keluarga Herman, Istri dan anaknya yang masih balita, Mertua dan iparnya dibebaskan. Namun dirinya (Herman) tetap mendekam dibalik jeruji besi, dasar laporan polisi yang disuruh ditanda-tangani mertuanya dengan iming-iming pembebasan menantunya," ujar Montororing.
Dalam laporan lanjut Ferdiman, muncul sangkaan melakukan tindak pidana melanggar UU perlindungan anak, yakni menikahi anak dibawah umur pada tahun 2017, yakni: Istrinya yang sudah melahirkan anak pertama turut dibawa ke kantor polisi. Padahal, Herman menikahi istrinya pada saat itu diawali pertunangan, restu orangtua dan saling cinta, serta acara lamaran tidak ada masalah.
Menurut Ferdinand, penahanan Herman bin Mardjuki berikut kedua mertuanya beserta isteri dan anaknya yang masih balita selama 2 x 24 jam tanpa Surat Perintah Penangkapan, dan penaganan cukup jelas menggambarkan tindakan sewenang-wenang oknum Polisi.
“Tidak dapat disangkakan Penipuan, oknum Penyidik cari-cari kesalahan agar Herman dapat ditahan. Oleh oknum penyidik, Herman dipersangkakan melanggar UU Perlindungan Anak, walau pun ancaman ini tetap tidak masuk,” tegas Ferdinan seraya menyebut, oleh oknum Penyidik, "Hukum Seolah-olah Jadi Alat Kekuasaan".
“Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan diatas, jelas tindakan Polisi dalam menyidik dugaan tindak pidana yang dituduhkan kepada Herman dengan mengumpulkan alat-alat bukti dengan cara-cara inkonstitusional atau melanggar hukum karena setelah tidak ditemukan bukti yang cukup terkait berita yang viral di kanal youtube, kemudian membelokan arah penyidikan pada perkawinan dengan isterinya. Maka, penyidikan terhadap Herman sesuai Laporan Polisi No.Pol. : 362/291-SPKT/K/III/2019/Restro.Bks tanggal 22 Maret 2021 adalah tidak sah,” tandasnya. (MA)