Ket Foto: Pembongkaran Tembok Oleh Pemkot Tangerang Karena Tembok Menutup Akses/Jalan Warga |
Bekasi, pospublik.co.id – Jika Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang memiliki Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2018 tentang Ketentraman, Ketertiban Umum, dan Perlindungan Masyarakat, ternyata Pemerintah Kota Bekasi juga sangat membutuhkan Perda serupa untuk menjaga Ketentraman, Ketertiban Umum, dan Perlindungan Masyarakat.
Pemkot Tangerang tak perlu berpikir panjang mengambil tindakan terhadap pengembang perumahan jika berani-berani menutup akses jalan dari perumahan mereka ke pemukiman warga diluar perumahan.
Seperti baru-baru ini misalnya, pemkot Tangrang langsung merobohkan tembok penutup jalan setinggi dua meter karena melanggar Peraturan Daerahnya. Tembok setinggi 2 meter tersebut menutup akses keluar masuk rumah Hadiyanti (60).
Pembongkaran tembok dapat segera dilakukan karena ada payung hukum berupa Perda yang melarang penutupan akses jalan hingga mengganggu Ketentraman, Ketertiban Umum, dan Perlindungan Masyarakat.
Walau pemilik perumahan, Herry Mulya yang juga merupakan ahli waris Anas Burhan buka suara menanggapi pembongkaran tembok tersebut, namun karena pembongkaran itu jelas payung hukumnya, Herry Mulyadi tidak dapat berbuat banyak. Dia pun menerima tindakan yang dilakukan Pemda Tangerang itu karena dia menyadari ada hak warga yang lain terampas.
Di Kabupaten Bekasi pun nampaknya sangat dibutuhkan Perda semacam ini sebagai pijakan stakeholder untuk melindungi warganya dari ulah oknum pengembang yang tidak bertanggungjawab.
Baru-baru ini misalnya, Pengembang Perumahan Nirwana II, di Kp. Rawa Kalong, Rt.001/Rw.003, Desa Karang Satria, Kec. Tambun Utara, Kabupaten Bekasi, secara sepihak menutup akses jalan ke pemukiman warga diluar perumahan.
Penutupan akses jalan oleh Pengembang Perumahan Nirwana II itu dengan terpaksa akhirnya Dilaporkan Warga ke Polrestro Bekasi Cikarang, Jumat (26/02/2021).
Berdasakan Laporan Polisi Nomor: LP/254/202-SPKT/K/II/2021/Restro Bekasi, tertanggal (26/02/2021) tersebut, penutupan akses jalan oleh pengembang Perumahan Nirawana II itu terjadi sejak Selasa (22/02/2021). Tindakan sepihak diduga keras dilakukan H. Sumijan, dan Edy Suparman, SE. SH. MM.
Sebagai bukti permulaan, atau petunjuk telah terjadi tindak pidana, Saksi Pelapor, Gumuntar Ar, SH. MH memiliki Foto Penutupan Jalan, berikut Dokumen lainnya, termasuk surat kesepakatan bersama pembukaan akses jalan tersebut pada tahun 2016.
Untuk memperjuangkan akses jalan tersebut pada tahun 2016, menurut pelapor kepada penyidik Pembantu, Bripka (Pol) Susilo Wibowo, warga terpaksa mengirim surat ke Polrestro Bekasi, Bupati Bekasi, dan KomnasHAM, meminta perlindungan hukum terkait akses jalan tersebut.
Surat tersebut mendapat respon dari KomnasHAM, dan KomnasHAM berkirim surat ke Dinas Tata Ruang dan Permukiman. Sebagai tindak lanjut, Dinas Tata Ruang dan Permukiman mengundang para pihak untuk hadir tanggal 19 Desember 2016 ke Dinas Tata Ruang.
Distarukim juga mengundang:
- Ketua BAPEDA Kab. Bekasi
- Kepala BPMPPT Kab. Bekasi
- Kepala Satpol PP Kabupaten Bekasi
- Kepala Bidang Tata Ruang
- Kepala Bidang Pemukiman Dan Perumahan
- Camat Tambun Utara
- Kepala Desa Karang Satria, dan
- Gumuntar Ar, SH. MH mewakili warga
- Pengembang Perumahan Nirwana 2.
Melalui musyawarah yang diprakarsai Dinas Perumahan dan Tata Ruang Pemkab Bekasi, akses jalan itu akhirnya sepakat dibuka.
Namun pada tahum 2021, secara sepihak, pengembang kembali menutup akses jalan itu. Pelapor menduga, penutupan akses jalan tersebut oleh pengembang merupakan upaya paksa agar warga rela menjual tanahnya dengan harga murah.
Dalam laporannya di Kantor Polisi, Gumuntar Ar, SH. MH, menuturkan kronologis awal konplik antara warga dengan pengembang Perumahan Nirwana-II, H. Sumijan dari PT. Surya Jaya Pratama bersama Jefri Rimo.
Konplik bermula ketika H. Sumijan membeli tanah yang sekarang dibangun perumahan CLUSTER itu.
Pada waktu itu, warga berusaha menghubungi pengembang perumahan agar memberikan akses jalan kepada warga dibelakang perumahan. Karena sebelum tanah tersebut dibeli oleh PT. Surya Jaya Pratama, diatas tanah tersebut sudah puluhan tahun menjadi akses jalan warga.
Termasuk ketika pelapor, Gumuntar membuka usaha peternakan sapi sebelum PT. Surya Jaya Pratama membeli tanah tersebut, akses jalan keluar masuk satu-satunya adalah dari atas tanah tersebut. Namun warga susah menghubungi pengembang untuk komunikasi.
Setelah kurang lebih 6 tahun berjalan ujar pelapor, tiba-tiba pihak pengembang mengingkari kesepakatan tahun 2016 tersebut. Akses jalan kembali ditutup. Padahal, dalam rapat mediasi tahun 2016, Dinas Tata Ruang dan Perumahan mencatat perijinan pembangunan perumahan ini belum lengkap.
Beberapa persyaratan kata Dinas Perumahan dan Tata Ruang belum dipenuhi pengembang. Mungkin salah satunya, ketentuan pasos pasum yang persentasenya diangka 40/60, termasuk Ketersediaan Lahan Tempat Pemakan Umum (TPU) 2% (dua persen) dari luas lahan yang dibebaskan. Ketika media ini berusaha konfirmasi ke pengembang, tidak berhasil. (MA)