Andi Iswanto Salim |
Kota Bekasi, pospublik.co.id – Peraturan Walikota (Perwal) dan Surat Keputusan (SK) yang diterbitkan Kepala Daerah adalah hukum. Berarti, Kepala Daerah adalah sumber hukum yang harus ditaati masyarakat. Namun, bagaimana mungkin masyarakat taat hukum jika Wali mereka sendiri tidak memberi contoh yang baik & taat hukum.
Demikian kritik Andi Salim terhadap sikap mantan Ketua DPD-II Partai Golkar Kota Bekasi, Rahmat Effendi yang juga Walikota Bekasi yang hingga kini dituding tidak tunduk terhadap putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri yang telah berkekuatan hukum tetap.
Menurut Andi Iswanto Salim, Rahmat Effendi selaku orang nomor satu di Pemerintahan Kota Bekasi seharusnya sadar bahwa dirinya adalah sumber hukum yang harus diikuti warganya. Selaku sumber hukum, 3 putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap atas gugatannya sendiri, salah satunya Putusan dengan "Akta Vandading" seharusnya dia laksanakan. Sudah tidak melaksanakan isi Akta Vandading, justru dia (Rahmat Effendi-Red) kembali menggugat Akta Vandading tersebut.
Kemudian ujar Andi, setelah divonis dengan amar putusan menolak gugatan, seharusnya dia melaksanakan isi putusan, bukan malah menggugat lagi. Ini akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum dan wibawa serta marwah Pengadilan.
"Bagaimana ceritanya Akta Vandading bisa digugat. Kalau tujuannya merubah putusan yang sudah inkrah tersebut, itu mustahil. Yang bisa menganulir Akta Vandading itu hanya para pihak jika terjadi kesepakatan. Jadi jangan berharap Majelis Hakim akan mengabulkan gugatannya," ujar Andi Salim seraya menyebut pembangkangan terhadap putusan Pengadilan ini oleh Rahmat Effendi selaku Kader Golkar akan menjadi preseden buruk terhadap elektablitas Partai Golkar kedepan.
Untuk diketahui, Polemik Jual beli Gedung DPD Partai Golkar Kota Bekasi di Jl. Jendral Ahmad Yani, No.18, RT.05/RW.02, Kelurahan Marga Jaya, Kecamatan Bekasi Selatan, Kota Bekasi, Jawa Barat, antara tergugat Drs. Andi Iswanto Salim selaku pembeli dengan penggugat Ketua DPD Partai Golkar Kota Bekasi, selaku penjual telah melahirkan Akta Vandading dalam perkara No.41/Pdt.G/2015/PN.Bks. Namun, kesepakatan damai yang dituangkan dalam Akta Vandading tersebut tidak dilaksanakan penggugat.
Bahkan menurut Andi Iswanto Salim, Rahmat Effendi kembali mendaftarkan gugatan di PN Bekasi karena ingin membatalkan isi Akta Vandading tersebut. Namun gugatan itu kembali kandas, atau ditolak majelis hakim.
Hingga 4 Nomor Perkara gugatan yang diajukan Rahmat Effendi ujar Andi Iswanto Salim, sebanyak itu pula Rahmat Effendi menderita kekalahan. Pertama kali dirinya digugat ingin membatalkan AJB yang dibuat dihadapan Notaris Rosita Siagian di Kota Bekasi. Atas gugatan itu, muncul Akta Vandading No.41/Pdt.G/2015/PN.Bks.
Namun, terhadap Akta ini lanjut Andi, Rahmat Effendi kembali menggugat ingin membatalkan Akta Vandading. Lagi-lagi kandas. Hingga berulang kali menderita kekalahan, dia tetap tidak beritikad baik melaksanakan putusan. Belakangan kata Andi, Rahmat Effendi menitipkan dana Konsinyasi Rp.12 miliar ke Pengadilan. Namun karena angka ini tidak sesuai putusan Hakim dan tidak wajar, Andi pun menolak uang konsinyasi tersebut.
“Saya sudah menyatakan sikap bahwa saya menolak Permohonan Konsinyasi, saya tidak mau menerima uang konsinyasi tersebut. Kalau perlu Gedung DPD Golkar yang berada di Jl. Ahmad Yani dikosongkan, dan dipolice line karena itu gedung merupakan objek perkara,” tegas Andi salim.
Lalu sambung Andi, sangat tidak mungkin, dan tidak masuk akal kalau uang konsinyasi di Pengadilan Negeri Bekasi dia dititipkan hanya Rp.12 Milyar, karena jika dihitung sampai hari ini berdasarkan putusan PN Bekasi, pihak penjual (DPD-Golkar) Kota Bekasi wajib membayar sekitar Rp.95 miliar.
“Oleh sebab itu, supaya Publik tau bahwa perkara Polemik jual-beli Gedung DPD Golkar Kota Bekasi secara Perdata sudah kami memenangkan. Saya ingatkan kembali, mau tidak mau Saudara Ketua DPD Golkar Kota Bekasi maupun Pengurusnya harus bertanggungjawab dan melaksanakan Putusan Perkara No.41/Pdt.G/2015/PN.Bks Jo No.558/Pdt.Plw/2015/PN.Bks Jo No.59/Pdt./2017/PT.Bdg," ujar Andi.
Menurut Andi, Ketua Pengadilan secara langsung didepan pengacara DPD-II PG, telah menyampaikan dana Konsinyasi tidak diterima atau ditolak. Maka Konsinyasi tidak bisa dilaksanakan/dilanjutkan, dengan kata lain Gedung itu masih bermasalah.
"Saya ingatkan kepada siapapun yang memberikan statement tanpa dasar hingga menimbulkan perbuatan melawan hukum, saya akan kejar untuk meminta pertanggung jawaban,” tegas Andi.
Saya sudah mohonkan eksekusi dan sudah mendapat perintah setor dari Pengadilan. Dengan adanya Bukti Setor Biaya Eksekusi Ke PN Bekasi itu, berarti Gedung DPD Golkar Kota Bekasi hanya menunggu waktu buat beralih, dan pasti akan membuat heboh dan malu para pendiri, pengurus, maupun akar rumput organisasi itu. Karena selama 16 tahun Rahmat Effendi tidak mampu menyelesaikan polemik ini.
"Sudah lebih 16 tahun berkuasa, menjadi pentinggi di Kota Bekasi, tidak mampu menyelesaikan sebuah masalah yang dibuatnya sendiri. Ketidakhadirannya sebagai prinsipal memenuhi undangan Ketua Pengadilan yang menyebabkan proses Aanmaning sampai 3 kali gagal, membuktikan mantan Ketua DPD Golkar yang juga Walikota Bekasi ini tidak menghormati lembaga peradilan," ujar Andi.
Menurut Andi, kalau selama ini ada isu yang mengatakan dirinya sudah menerima uang dari pengadilan itu bohong. Apalagi ada yang bilang kalau Polemik Gedung DPD Golkar Kota Bekasi sudah selesai itu Pembohong Besar.
Untuk diketahui, menanggapi permohonan para pemohon Konsinyasi tanggal 25 November 2020 Jo Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Bekasi tanggal 27 November 2020 No: 2/Pdt.P.Cons/2020/PN.Bks Jo No.41/Pdt.G/2015/PN.Bks Jo No.558/Pdt.Plw/2015/PN.Bks Jo No.59/Pdt./2017/PT.Bdg, dengan tegas Drs. Andi Iswanto Salim menolak.
Menolak dana konsinyasi, Drs. Andi Iswanto Salim selaku pembeli telah menyetor Biaya Eksekusi sebesar Rp.10.228.000 (Sepuluh juta dua ratus dua puluh delapan ribu rupiah) kepada Pengadilan Negeri Bekasi tertanggal 8 Desember 2020. (MA)