Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Humbang Hasundutan Provsu |
Petugas BPN menyuruh pemohon mengisi/menandatangani formulir yang isinya berbunyi: Bahwa Setelah Diukur oleh Petugas Kantor Pertanahan Kabupaten Humbang Hasundutan secara Kadasteral, maka terjadi perobahan, Panjang:……….M, Lebar:……..M, Luas:………M2, dengan perubahan tersebut, Saya menyatakan menerima (setuju) hasil pengukuran Kantor Pertanahan Kabupaten Humbang Hasundutan secara sah dan Benar.
Bahwa saya menyatakan, apabila dikemudian hari telah terbit sertifikat hak atas tanah tersebut, maka hal itu merupakan tanggung-jawab saya sepenuhnya, dan tidak melibatkan pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Humbang Hasundutan.
"Membaca dan memperhatikan isi formulir yang menerangkan sebuah peristiwa seolah-olah telah terjadi, padahal faktanya belum terjadi tersebut, saya merasa dijebak dan akan masuk perangkap BPN Kabupaten Humbahas jika dituruti. Saya pun menolak untuk mengisi dan/atau menandatangani formulir tersebut. Karena saya menolak mengisi formulir tersebut, petugas BPN Kab. Humbahas pun menolak pendaftaran/pensertifikatan tanah tersebut".
Demikian Pemohon, MA. Aritonang di dapur Redaksi media pospublik.co.id di Jln. Raya Pondok Hijau Permai No.7 Pengasinan, Rawalumbu, Kota Bekasi, mengingatkan dirinya dipelonco BPN Humbahas, Oktober 2020.
Selain indikasi mempersulit pemohon dengan persyaratan yang diduga melanggar hukum tersebut ujar Aritonang, BPN Humbang Hasundutan juga nampaknya kurang sosialisasi. Pasalnya, menurut BPN, pencantuman tanda tangan Camat diatas Surat Keterangan Ahli Waris sebagai pihak yang mengetahui "Wajib".
Sementara menurut pemohon MA. Aritonang, ketika dirinya meminta tanda-tangan Camat Lintongnihuta, Camat mengaku tidak semestinya ada tanda-tangannya diatas surat keterangan ahli waris tersebut. Menurut Camat ujar Aritonang, tidak ada dasar hukumnya yang mewajibkan Camat menanda-tangani Surat Keterangan Ahli Waris sebagai pihak yang mengetahui, cukup Kepala Desa.
Menurut MA. Aritonang, Camat juga menyebut BPN tidak pernah koordinasi, atau sosialisasi terkait pencantuman nama dan tanda-tangan Camat sebagai pihak yang mengetaui surat keterangan ahli waris tersebut. "Mana dasar hukumnya kalau benar ada," ujar Aritonang meniru ucapan camat ke BPN melalui telepon genggamnya Oktober 2020.
Menurut M. Aritonang, BPN berhasil pempersulit pemohon, tetapi gagal memperdaya dengan formulir yang judulnya SURAT PERNYATAAN tersebut. Petugas BPN Humbang Hasundutan kembali menawarkan obsi kedua, yakni: terlebih dahulu dilakukan pra pengukuran, setelah itu baru kemudian didaftarkan. Terhadap obsi tersebut, ujar MA. Aritonang, dirinya seolah dijadikan mangsa yang ketika meleng akan dilumat hidup-hidup. Karena menurut MA. Aritonang, obsi ini juga tidak masuk akal, pasalnya belum ada nomor pendaftaran.
“Apa pun alasannya, petugas dalam melaksanakan tugasnya harus memiliki payung hukum. Pra pengukuran itu landasan hukumnya apa? Kalau berdadarkan surat perintah Kepala Kantor BPN, Surat perintah tersebut atas permohonan siapa, permohonan nomor berapa? Sementara pendaftaran tidak diterima BPN,” ujar Aritonang seraya menduga kalau selama ini berarti BPN Humbahas dapat melaksanakan tugas tanpa payung hukum.
Berdasarkan fenomena yang dipertontonkan BPN Humbahas tersebut ujar Aritonang, maka tidak heran jika sejumlah masyarakat Humbang Hasundutan, Kec. Lintongnihuta, Propinsi Sumatera Utara mengeluhkan biaya pendaftaran/pensertifikatan lahan pertanian palawija dan persawahan di BPN Humbahas bisa mencapai Rp.3,5 hingga Rp.4 juta perbidang dengan luas 4.000 M2 kebawah.
Keterbatasan wawasan barangkali, atau keterbatasan waktu karena kesibukan mengurus lahan pertanian lanjut Aritonang, apa pun saran, masukan, atau obsi yang ditawarkan oknum petugas BPN walau menyesatkan, pemohon akan mangut, karena jika mengurus sendiri, mereka (pemohon-Red) tidak banyak waktu dan juga akan dibuat pusing tujuh keliling.
Ketika persoalan pendaftaran/pensertifikatan tanah ini disampaikan MA. Aritonang kedapur Redaksi media pospublik.co.id di Jln. Raya Pondok Hijau Permai No.7 Pengasinan, Rawalumbu, Kota Bekasi, untuk memenuhi ketentuan UU Pokok Pers No.40 tahun 1999, dan Kode Etik Pers, Dewan Redaksi pospublik.co.id sepakat untuk dilakukan konfirmasi ke BPN Kabupaten Humbang Hasundutan.
Surat konfirmasi No.010/Red-PP/Konf/XI/2020 tertanggal 13 November 2020 tersebut, dijawab oleh Kepala Kantor BPN Kab. Humbahas, Jusen Faber Damanik, SH dalam suratnya No: Mp.01.04816.12.600/XI/2020 tertanggal 23 November 2020 sebagai berikut: terkait surat Keterangan waris, berdasarkan Pasal 111 ayat 1 huruf (c) angka 4 peraturan menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.3 tahun 1997 tentang ketentuan pelaksanaan PP No.24/1997 tentang pendaftaran tanah, surat tanda bukti sebagai ahli waris dapat berupa, bagi warga negara Indonesia penduduk asli: surat keterangan ahli waris yang dibuat oleh para ahli waris dengan disaksikan dua (2) orang saksi dan dikuatkan oleh Kepala Desa/Lurah dan Camat tempat tinggal pewaris pada waktu meninggal dunia.
Menurut Jusen Faber dalam suratnya, berdasarkan surat Mahkamah Agung RI Nonmor:MA/Kumdil/171/V/K/1991 tanggal 8 Mei 1991, surat keterangan oleh ahli waris, disaksikan oleh Lurah/Kades diketahui Camat.
Terkait kegiatan pra pengukuran yang disampaikan oleh petugas loket Kantor BPN Humbahas ujar Jusen Faber, bertujuan untuk menghindari pensertifikatan tanah diatas lahan gambut sebagaimana diatur oleh Inpres Nomor:5/2019 tentang penghentian pemberian izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut, jo Keputusan Menteri LH dan Kehutanan RI Nomor:SK.851/MENLHK-PTL/IPSDH/PLA.1/2030 tentang penetapan peta indikatif penghentian ijin baru hutan alam primer dan lahan gambut tahun 2020 periode-I.
Perihal penghitungan biaya, lanjut Kepala Kantor BPN Humbahas, merujuk pada PP RI Nomor:128/2015 tentang jenis dan tarif PNBP yang berlaku pada Kementerian ATR/BPN.
Lebih lanjut Jusen menjelaskan, berdasarkan Pasal 21 ayat (1) dan (2) PP No,128/2015 tentang jenis dan tarif PNBP yang berlaku di Kementerian ATR/BPN ditentukan: ayat (1) Tarif atas jenis PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasl 1 huruf (a) sampai dengan huruf (d) dan huruf (i) tidak termasuk biaya transportasi, akomodasi dan konsumsi. Ayat (2) biaya transportasi, akomodasi, dan kosumsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan kepada wajib bayar.
Jusen menambahkan, berdasarkan PP RI No.128/2015 tentang tarif dan jenis PNBP, maka perkiraan biaya yang dibebankan untuk lahan pertanian seluas 4.000 M2 sekitar Rp.980.000,-tetapi perkiraan itu bisa berbeda ketika disesuaikan dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) atas tanah yang dimohonkan.
Sebagai penutup menjawab surat konfirmasi pospublik.co.id No.010/Red-PP/Konf/XI/2020 tertanggal 13 November 2020, BPN Humbahas harus diakui cukup santun dan beretika. Kepala Kantor BPN Humbahas menyampaikan, “Terkait pelayanan di birokrasi Kantor Pertanahan Humbahas, Kantor BPN Humbahas meminta maaf apabila terdapat ketidaknyamanan yang diberikan oleh petugas BPN. Kantor BPN Humbahas akan senantiasa membenahi dan meningkatkan kualitas pelayanan pertanahan untuk menjadi kantor pertanahan yang lebih baik,” ujar Jusen Faber Damanik menjawab konfirmasi dari media pospublik, sekaligus menepis dikatakan menghambat program Presiden RI, Ir. Joko Widodo yang sedang gencar-gencarnya menyelesaikan administrasi pertanahan.
Dari 12 butir pertanyaan dalam surat konfirmasi yang disampaikan pospublik.co.id, Kakan BPN Humbahas hanya menjawab 7 butir. Kendati demikian, harapan Redaksi pospublik.co.id, berita ini dapat mengedukasi serta menambah wawasan bagi pembacanya dapat sedikit terwujud atas jawaban tersebut.
Lima (5) butir pertanyaan yang tidak dijawab BPN, yakni: butir 3, 5, 6, 9, dan 10. Butir (3). Bagaimana status sertifikat tanah (SHM) di Humbahas yang diterbitkan BPN tetapi Surat Keterangan Ahli Warisnya menurut Camat tidak ditandatangani, apakah sertifikat/SHM tersebut cacat hukum/ILEGAL.
Butir (5). Apakah masuk akal pemohon disuruh menandatangani surat pernyataan setuju atas hasil ukur BPN yang faktanya belum diukur. Formulir yang menerangkan sebuah peristiwa seolah-olah telah terjadi, namun faktanya belum terjadi.
Butir (6). Sejak kapan BPN menerapkan pra pengukuran padahal permohonan belum teregistrasi oleh BPN.
Butir (9). Pantaskah untuk lahan pertanian palawija/sawah seluas 4.000 M2 di Humbahas biayanya Rp.3,5 - 4 juta.
Butir (10). Siapa yang paling bertanggung-jawab jika pemohon batal mendaftar karena BPN mendalilkan persyaratan yang diduga keras melanggar hukum.
Menurut BPN Humbahas, pra pengukuran dilakukan guna menghindari pensertifikatan lahan gambut sebagaimna PP Nomor:5/2019. Alasan ini menurut MA. Aritonang sangat tidak rasional, karena jika tidak dilakukan pun pra pengukuran, permohonan dapat dibatalkan ketika lahan yang dimohonkan ternyata lahan gambut pada saat petugas melakukan pengukuran berdasarkan permohonan yang telah terdaftar di BPN.
"Jawaban ini mencerminkan kalau BPN Humbahas selama ini memilih pasif. Padahal, sebagai Badan Pertanahan Nasional di wilayah hukum Pemkab Humbahas, sudah sepatutnya mereka tau peta situasi, misalnya: Dimana lahan pertanian berupa Plasma, Palawija, daerah mana Gunung Batu, Hutan, Sungai, Laut, dan Lahan Gambut dan sebagainya, sehingga ketika masyarakat mendaftarkan tanahnya, tidak perlu dilakukan pra pengukuran," ujar Aritonang. (RED)