Aktivis 98, Bandot DM |
Bandot menegaskan, kondisi Kejaksaan Agung saat ST Burhanuddin dilantik tidaklah sedang baik-baik saja. Bahkan Kejaksaan menjadi salah satu institusi yang tingkat kepercayaan publik tergolong rendah.
"Ketika kita ingat penegasan ST Burhanuddin dalam sambutannya usai dilantik adalah mengembalikan marwah Kejaksaan menjadi institusi yang sangat dipercaya oleh masyarakat, maka dimomen HUT Adhyaksa ini dia harus mampu merebut kepercayaan masyarakat," ujar Bandot kepada wartawan.
Bandot mengatakan, hal pertama yang telah dilakukan Jaksa Agung adalah melakukan konsolidasi internal. Jajaran eselon 1 sebagai pennerjemah kebijakan pimpinan menjadi kebijakan teknis menjadi sasaran pertama.
"Dia memilih kader yang tergolong muda untuk mengisi posisi Jaksa Agung Muda dan Badan Diklat," jelasnya.
Sasarannya kebijakan itu karena Burhanuddin membutuhkan sosok yang bisa menterjemahkan sekaligus mengeksekusi kebijakannya.
Sementara untuk posisi Wakil Jaksa Agung, ujar Bandot, Burhanuddin mempercayakan kepada Setia Untung Arimuladi. Sosok jaksa senior yang memiliki rekam jejak lengkap.
"Paling penting, dia dikenal dekat dengan pihak eksternal dan internal kejaksaan. Sehingga akan memudahkan komunikasi," papar Bandot.
Aktivis 98 ini menyebut, Burhanuddin mengambil risiko yang sangat besar saat di depan anggota Komisi III DPR RI. Dia mengatakan akan membongkar kasus korupsi bernilai triliunan, sekaligus membeberkan sejumlah perusahaan yang terlibat.
"Sebuah pintu masuk penuh risiko. Sebab, publik sangat meragukan kemampuan dan integritas jaksa untuk menuntaskan perkara yang selain nilainya fantastis juga melibatkan kalangan dekat istana," tegas Bandot.
Namun, menurut Bandot, keraguan tersebut dijawab oleh jajaran Jampidsus yang dipimpin Ali Mukartono dengan membawa Kasus Dugaan Korupsi Jiwasraya yang nilai kerugian negara Rp.16 triliun ke pengadilan.
Disaat yang kurang lebih sama, Jampidsus juga memenangkan perkara dugaan korupsi TPPI dengan nilai kerugian negara Rp.37,8 triliun.
Tak kalah menarik adalah upaya untuk melakukan seleksi terbuka untuk posisi kepala kejaksaan tinggi. Lelang ini merupakan terobosan untuk menjawab adanya isyu jual beli jabatan dan nepotisme.
"Isu nepotisme dan jual beli ini telah menjadi salah satu penyebab lesunya gairah kinerja kejaksaan, dan menurunnya tingkat kepercayaan publik, sebab merit system dianggap tidak jalan," pungkas Bandot.
Dengan rujukan kinerja di sembilan bulan kepemimpinan Burhanuddin, Bandot mengaku sudah bisa membaca arah perjalanan Kejaksaan ke depan.
Bagi Bandot, jika slogan HBA ke 60 "terus bergerak dan berkarya" secara konsisten dijalankan dengan itikad baik, harapan Burhanuddin untuk mengembalikan marwah Kejaksaan menjadi suatu institusi yang sangat dipercaya oleh masyarakat bukan hal yang mustahil.
Tetapi Bandot mengingatkan, masih ada sejumlah hal yang mesti segera diselesaikan oleh Jaksa Agung. Kewajiban untuk segera mengeksekusi sejumlah perkara korupsi, termasuk eksekusi terhadap Djoko S Tjandra dan Honggo Wendratmo masih ditunggu oleh masyarakat. Juga eksekusi putusan perdata terhadap Yayasan Supersemar.
Selain itu lanjut Dia, walau perlahan mesti meningkatkan integritas jaksa untuk semakin mengurangi peran mafia peradilan bermain di lingkungan kejaksaan.
Menurut Bandot, saat ini Kejaksaan Agung sudah dalam format yang ideal. Jaksa Agung dengan kapasitas konseptor dan komunikator yang mumpuni serta tidak banyak cakap didukung oleh Wakil Jaksa Agung yang aktif dan operatif serta memiliki jejaring yang luas menjadikan langkah kejaksaan menjadi lebih lincah dan cerdas.
Hal tersebut jelasnya, didukung oleh para pejabat eselon I yang secara umum berintegritas dan memiliki kemampuan teknis yang mampu menterjemahkan kebijakan pimpinan dan menjalankan sebagai arah kebijakan teknis juga menjadi faktor penentu.
“Formula ini yang akan bertanggung jawab menaklukkan badai di Kejaksaan Agung dan terus bergerak dan berkarya agar Korps Adhyaksa menjadi penegak hukum yang berwibawa dan dipercaya publik,” pungkas Bandot DM. (*/R-01)