Ket Foto: PN Bekasi Kota - Ist: Saksi Ahli Hukum Pidana, DR. Dwi Seno Wijanarko, SH. MH (kiri), Kuasa Hukum Terdakwa Ratna Lb.Toruan (kanan) dari Law Office Abidan Lumbantoruan, SH & Partners |
Kota Bekasi, pospublik.co.id - Penanganan perkara pidana kasus dugaan pemalsuan atas nama terdaka Hosiyah Safitri (45) tercium aroma tak sedap. Isu kepentingan dan iming-iming dari dan bagi sejumlah oknum yang ikut andil pun terus menyeruak sehingga perkara pidana ini dipaksakan naik kemeja hijau.
Pasalnya, walau perkara perdata menyangkut kepemilikan objek yang telah diperjual belikan sedang dalam pemeriksaan hakim Kasasi, namun perlawanan dengan melaporkan tindak pidana dugaan pemalsuan terus diperiksa majelis hakim Pengadilan Negeri Bekasi, yang diketuai Ardi dengan hakim anggota Eli Suprapto dan Tri Yuliyani.
Atas kasus ini, penasehat hukum terdakwa dari Law Office Abidan Lumbantoruan, SH & Partners, Ratna Lumbantoruan dan Roganda Siregar mengaku sangat menyayangkan sikap Kejaksaan Negeri Bekasi Kota yang telah mendakwa kliennya dengan pasal 264 ayat (2) KUHP jo pasal 55 ayat (1) KUHP atau pasal 266 ayat (1) dan ayat (2) atau pasal 263 ayat (2) KUHP.
"Perkara ini berkaitan erat dengan perkara perdata hak kepemilikan tanah antara klien kami Hosiyah Safitri dengan Sutoyo Arjo dan Fendy Patra yang sedang berproses di tingkat kasasi Mahkamah Agung," ujar Ratna.
Menurut Ratna, SH. MH, tuduhan JPU Arif, SH dan Sukma, SH yang menyebut pelapor mengalami kerugian Rp.6 Milyar akibat balik nama sertifikat hak milik (SHM) No.51 Sumur Batu menjadi SHM No.2575 Ciketing Udik seluas 16.250 M2 C.781 Psl 37 D.III atas nama Nyain Bin Kaisin sangat tidak berdasar dan terkesan mengada-ngada.
Ratna Menyebut, pelapor yang mengakui sebagai pemilik SMH No.1870, 1871, 1873, 1874 seluas 1.500 M2 a/n Sutoyo Arjo dan SHM No.1872 seluas 4.400 a/n Fendy Patra bekas tanah milik adat C.751 Psl.38 Kls S.41 serta SHM No.1886 seluas 1.667 M2 a/n Fendy Patra bekas tanah milik adat C.174 Psl.10, sangat tidak masuk akal karena asal tanah dan luasnya sungguh berbeda dengan SHM kliennya. Selain itu, perolehan tanahnya juga berbeda.
"Kalau mereka memperoleh tanah tersebut dari Jhon Taplus Sinaga dan Jhon Taplus beli dari H. Sukur alias Sukri, sementara kami dari Nyain Bin Kaisin, maka alasan mereka tidak masuk akal," tegas Ratna.
Ket Foto: PN Bekasi Kota - Ist: Saksi Ahli Pidana, DR. Dwi Seno Wijanarko, SH. MH (kiri), Didampingi Kuasa Hukum Terdakwa, Ratna Lb.Toruan (kanan) dari Law Office Abidan Lumbantoruan, SH & Partners |
Keterangan Saksi Ahli Pidana
Ahli hukum pidana DR. Dwi Seno Wijanarko, SH., MH yang dihadirkan sebagai saksi ahli dihadapan majelis hakim Ketua, Ardi, SH dengan hakim anggota, Eli Suprapto, SH dan Tri Yuliyani, SH menerangkan tentang legal standing perkara pidana yang dalam pembuktiannya sangat diperlukan.
"Legal standing dalam perkara pidana adalah dasar pokok. Jika tidak ada hubungan hukum dengan perkara pidana tersebut, maka tidak dapat dikatakan sebagai korban," ujar Seno yang juga purnawirawan jaksa.
Ahli hukum yang juga berprofesi sebagai Dosen Universitas Bhayangkara Jakarta ini menambahkan, dalam sebuah tindak pidana dibangun atas dua unsur penting, yaitu unsur objektif/physical yaitu actus reus (perbuatan yang melanggar undang-undang pidana) dan unsur subjektif/mental yaitu mens rea (sikap batin pelaku ketika melakukan tindak pidana).
Kemudian, dalam penempatan mens rea adalah fleksibel dan kasuistis. Di mana mens rea akan menemui tempat akhirnya, yaitu di ruang pengadilan di mana ia (mens rea) akan dibuktikan dan actus reus pun akan diperiksa apakah benar melawan undang-undang pidana atau tidak.
"Kita semua percayalah bahwa majelis hakim pasti lebih memahami dan akan memastikan terlebih dahulu tentang legal standing pelapor dan unsur-unsur pidana dalam sebuah perkara pidana yang ditangani," papar Seno.
Seno menjelaskan, terhadap perkara pidana berkaitan dengan perkara perdata yang sedang berjalan sudah diatur dalam Surat Edaran Jaksa Agung No:B.230/E/Ejp/01/2013 dan Perma No 1 Tahun 1956 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum Yang Obyeknya Berupa Tanah agar ditangguhkan dahulu menunggu perkara perdata selesai.
"Jika demikian terjadi, kita percayakan saja kepada majelis hakim. Karena sebagai garda hukum terakhir, majelis hakim pasti akan memberi dan meletakkan keadilan pada perkara tersebut," tandas Seno.
Menjawab pertanyaan tentang pembeli yang beritikad baik, Seno menjelaskan, undang-undang sudah menjamin bahwa pembeli beritikad baik harus dilindungi oleh undang-undang, walau dikemudian hari diketahui penjual tidak beritikad baik.
"Hal ini sudah diatur dalam SE MA-RI No.7 Tahun 2012 dan Yurisprudensi Putusan MA No.1267.K/Pdt/2012, bahwa pada hakikatnya pembeli yang beritikad baik harus dilindungi oleh hukum," ujar Seno seraya menerangkan, SE MARI No.4 Tahun 2016 juga mengatur tentang jual beli yang dilakukan dihadapan Notaris/PPAT dianggap sesuai prosedural hukum serta tertuang juga dalam PP No 24 Tahun 1997.
"Jika kemudian ada sangkaan, maka beban tanggung jawabnya ada pada notaris bukan lagi pada pembeli yang beretikat baik," tandas Seno. (Red)