Novel Salim Baswedan (Penyidik KPK) yang Menjadi Korban Penyiraman Air Keras (Foto/Ist) |
Jakarta, pospublik.co.id - Tim Advokasi Novel Baswedan mendesak Badan Pengawas Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial memantau persidangan kasus penyiraman air keras terhadap Novel.
Anggota Tim Advokasi Novel, Kurnia Ramadhana mengatakan, Badan Pengawas MA dan KY harus ikut memantau karena proses persidangan kasus Novel yang terindikasi penuh kejanggalan.
"Kami dari tim Advokasi Novel Baswedan mendesak agar Badan Pengawas Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial untuk segera bersikap memantau secara langsung proses persidangan yang telah mengarah kepada peradilan sesat," kata Kurnia dalam siaran pers, Minggu (10/5/2020) sebagaimana dikutip dari Kompas.com.
Selain Badan Pengawas MA dan KY, Tim Advokasi juga mendesak Ombudsman RI mengawasi jalannya proses persidangan serta menyampaikan rekomendasi terkait temuan Ombudsman untuk mendukung pengungkapan kasus penyerangan Novel.
Baca Juga:
https://www.pospublik.co.id/2020/03/marwah-pn-jakut-terbangun-dalam-sidang.html
Kepada wartawan, Kurnia mengatakan, pemantauan dan pengawasan dari institusi pengawasan diatasnya bertujuan memastikan proses peradilan dalam kasus Novel berjalan imparsial, jujur, dan adil, sehingga pelaku penyerangan dapat diungkap secara terang dan tidak berhenti di aktor penyerang.
Di samping itu, Tim Advokasi mendesak Komisi Kejaksaan untuk mengawasi kinerja tim jaksa penuntut umum yang dinilai tidak profesional.
Sementara itu, Kapolri didesak untuk menjelaskan pendampingan hukum dari Polri terhadap dua terdakwa kasus penyiraman air keras.
"Kami mendesak Komnas HAM untuk menyampaikan pendapat berkenaan dengan hasil penyelidikannya terkait kasus penyerangan Novel Baswedan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara sesuai dengan kewenangannya dalam Pasal 89 Ayat (3) UU HAM untuk mendukung pengungkapan kasus secara terang benderang," kata Kurnia.
Baca Juga:
https://www.pospublik.co.id/2020/03/sidang-perdana-kasus-penyiraman-anggota.html
Tim Advokasi Novel Salim Baswedan juga mengajak seluruh masyarakat untuk mengawal pengungkapan kasus penyerangan terhadap Novel sehingga seluruh pelakunya mulai dari aktor lapangan hingga aktor intelektualisnya dijerat hukum.
Diberitakan sebelumnya, Tim Advokasi menyebut ada sembilan kejanggalan dalam proses persidangan kasus penyiraman air keras terhadap Novel.
Sembilan kejanggalan itu antara lain: dakwaan jaksa yang menutup pengungkapan auktor intelektualis, majelis hakim yang terkesan pasif, hingga pendampingan hukum dari Polri terhadap kedua terdakwa.
Adapun dua terdakwa dalam kasus ini, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir, didakwa melakukan penyaniayaan berat terencana terhadap Novel dengan hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Ronny dan Rahmat yang disebut sebagai polisi aktif itu melakukan aksinya lantaran rasa benci karena Novel dianggap mengkhianati institusi Polri.
Dalam dakwaan tersebut, mereka dijerat Pasal 355 Ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 353 Ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, lebih subsider Pasal 351 Ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Novel disiram air keras pada 11 April 2017 setelah menunaikan shalat subuh di Masjid Al Ihsan, tak jauh dari rumahnya di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Akibat penyerangan tersebut, Novel mengalami luka pada matanya yang menyebabkan gangguan penglihatan. (*/R-01)