Menurut Kantor Berita Reuters, data dikumpulkan dari lembaga yang bekerja di provinsi setiap hari atau setiap minggu. Jumlah tersebut berdadarkan angka yang dipasok oleh rumah sakit, klinik dan pejabat yang mengawasi pemakaman.
Selain itu Reuters juga memperoleh data kematian dengan memeriksa situs web, berbicara dengan pejabat yang bewenang di tiap provinsi dan meninjau laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Sementara data Kementerian Kesehatan mencatat, virus corona telah menginfeksi 9.096 orang dan menyebabkan 765 kematian per Senin, 27 April. Namun Reuters melaporkan tingkat pengujian tes virus corona di Indonesia terendah di dunia.
Kemenkes menggunakan istilah pasien dalam pengawasan (PDP), yakni pasien dikriteriakan sesuai gejalanya, seperti demam, batuk, sesak nafas, sakit tenggorokan. PDP melakukan kontak dengan penderita positif virus corona. Meski demikian pasien PDP, menurut Kemenkes belum tentu positif virus corona.
Baca Juga:
https://www.pospublik.co.id/2020/04/data-terbaru-kasus-covid-19-di-indonesia.html
Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito, tidak membantah temuan Reuters itu, tetapi menolak mengomentari jumlah korban meninggal akibat virus korona.
Wiku mengatakan, sebagaimana dikutip dari Reuters, banyak dari 19.897 orang yang diduga terpapar virus corona belum diuji karena panjangnya antrean pasien yang menunggu untuk diproses di laboratorium yang kekurangan staf. Ia mengatakan, beberapa orang telah meninggal sebelum sampel mereka dianalisis.
“Jika memiliki ribuan atau ratusan sampel yang diuji, mana yang akan diprioritaskan? Mereka akan memberikan prioritas kepada orang-orang yang masih hidup,” katanya mengutip Reuters, Selasa (28/4/2020).
Baca Juga:
https://www.pospublik.co.id/2020/04/mengapa-covid-19-bisa-mematikan-karena.htmlMenurut Kementerian Kesehatan, pasien yang diklasifikasikan sebagai PDP adalah pasien dengan penyakit pernapasan akut yang tidak ada penjelasan klinis selain virus corona.
Tes rendah
Pasien yang dikategorikan PDP, juga pernah melakukan perjalanan ke suatu negara, atau suatu daerah di Indonesia pusat epidemi virus corona.
“Saya percaya sebagian besar kematian pasien PDP disebabkan COVID-19,” kata Pandu Riono, seorang ahli epidemiologi di Universitas Indonesia, mengacu gejala pasien PDP.
Beberapa pejabat meremehkan wabah virus corona akan berakhir Januari dan Februari dengan menyarankan berdoa, dan cara pengobatan herbal, serta cuaca panas pada daerah tropis akan membantu menangkal virus.
Menurut penghitungan Reuters, jumlah kematian akibat virus corona di Indonesia tertinggi di Asia, melebihi China.
"Tingkat infeksi dan kematian yang sebenarnya lebih tinggi daripada data yang dilaporkan secara resmi karena tes kami masih sangat rendah dibandingkan dengan populasi," kata Dr Iwan Ariawan, seorang ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia, dikutip dari Reuters.
Berita Reuters juga menyorot tuduhan para aktivis dan penentang politiknya karena penerintahan Joko Widodo (Jokowi) kurang transparan dalam menangani epidemi.
Pemerintah mengatakan telah mengambil langkah-langkah yang tepat lanjut pemberitaan Reuters, tetapi Jokowi mengatakan bulan lalu bahwa beberapa informasi telah dirahasiakan dari publik untuk mencegah kepanikan.
Jokowi mengatakan pada minggu lalu bahwa dia telah memerintahkan para menterinya untuk melaporkan data COVID-19 dengan jujur.
Pemerintahannya mengumumkan inisiatif transparansi dua minggu lalu, tetapi situs web yang dijanjikan dengan keterbukaan data belum juga diluncurkan.
Daeng Faqih, ketua Asosiasi Dokter Indonesia, mendesak pemerintah untuk mengungkap jumlah nasional yang diduga pasien COVID-19 yang telah meninggal tetapi tidak diuji.
Kantor perwakilan WHO di Indonesia juga mengatakan pada akhir pekan bahwa kematian tersangka (suspect) pengidap virus corona harus diungkapkan secara jujur dan transparan. (*/Red)