Humas Pengadilan Negeri Kota Bekasi, Beslin Sihombing |
Bekasi Kota, pospublik.co.id - Sejak UU No.14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) berlaku 30 April 2010, setidaknya telah membuka ruang bagi public mendapat informasi dari Badan Publik (BP) dengan cepat, tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana. Namun kenyataannya, karena Badan Publik juga diberi kewenangan menolak memberikan informasi yang dikecualikan sesuai peraturan perundang-undangan ini, maka informasi yang wajib diberikan kepada pemohon pun sering ditolak dengan alasan informasi yang dikecualikan menurut UU ini.
Sebaliknya, pemohon informasi juga sering kurang menyadari informasi seperti apa yang wajiban diberikan Badan Public, yakni, Lembaga Eksekutif, Yudikatif, Legislatif, serta Penyelenggara Negara lainnya yang mendapat dana dari APBN, sehingga tidak jarang terjadi perang urat saraf antara pemohon dengan Badan Publik tertentu. Sesungguhnya ada hak dan kewajiban bagi pemohon dan Badan Publik yang telah ditentukan dalam UU ini.
Lalu mengapa sering terjadi perang urat saraf antara pemohon dengan BP dan bahkan pemohon terpaksa menggugat BP ke Pengadilan sebagaimana juga diatur dalam UU ini. Pasalnya, oknum petugas Badan Publik yang kompoten ditengarai berlindung dibalik informasi yang dikecualikan dengan dalih informasi yang dimohon merupakan rahasia negara, padahal, substansi informasi yang dimohon justru bersifat wajib diberikan BP terkait, atau bukan rahasia negara.
Gambar proyek Pemerintah yang seyogianya ditempel pada bedeng/barak, rencana tata ruang wilayah (RTRW), Analisa Dampak Lingkungan (Amdal), Kajian Pel Banjir, Rencana Tapak/Siteplan sebuah kawasan, Analisa Dampak Lalulintas (Andalin) misalnya, ketika stakeholder/sosial control meminta, tidak jarang oleh oknum BP menyebut rahasia negara.
Sebaliknya, pemohon juga tidak jarang meminta informasi kepada BP yang sifat informasi yang dimohon dikecualikan dalam UU KIP tersebut.
Pengadilan Negeri Kota Bekasi
Ketika fenomena tersebut dikonfirmasi kePN Bekasi, melalui Hubungan Masyarakat (Humas) Pengadilan Negeri bersertifikat Wilayah Bebas Korupsi (WBK) yang selangkah lagi masuk kategori Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM), Beslin Sihombing, SH. MH, dia menyebut pihaknya selalu menjamin transparansi informasi public.
“Transparansi menjadi komitmen kami, dan untuk mendukung keterbukaan informasi public, kami telah menyiapkan perangkat lunak yang dapat mengakses informasi terkait perkara yang sedang berproses maupun yang sudah putus,” ujarnya.
Melalui online menurut Beslin bisa dilakukan pendaftaran perkara, dan biaya panjar untuk perkara perdata tidak mengenal transaksi tunai. Biaya panjar perkara perdata, oleh pemohon disetor ke Bank yang telah ditunjuk, dan bukti setornya dilaporkan ke Pengadilan untuk proses lebih lanjut.
Begitu juga perkara pidana, keluarga terdakwa dapat mengakses informasi melalui website PN jika membutuhkan informasi. Melalui aplikasi internet, semua informasi tersaji secara transparan. Nama hakim yang menangani perkara tersebut, panitera, dan JPU, tidak ada yang ditutupi.
Namun ujar Beslin Sihombing, pemohon informasi juga perlu memahami mana informasi yang wajib dan yang dikecualikan dalam UU KIP tersebut, sehingga tidak meminta informasi yang sifatnya dikecualikan. Misalnya, pemohon informasi sama sekali tidak ada korelasinya dengan perkara, tetapi meminta salinan putusan, padahal salinan putusan dapat dikategorikan informasi yang dikecualikan, yang dapat memperoleh salinan putusan itu adalah para pihak berperkara.
Menurut Beslin Sihombing, dirinya sering kedatangan tamu meminta salinan putusan sebuah perkara dengan alasan keterbukaan informasi public. Sudah dijelaskan pun pemohon tetap ngotot, hingga putus urat saraf pun tetap kita tolak, karena informasi itu termasuk privasi pihak berperkara.
Terkecuali cukup alasan lanjut Beslin, misalnya, kepentingan penyidikan, penelitian akademis/penelitian ilmiah, dan itupun harus ada surat resmi dari pimpinan instansi terkait sebagai penanggungjawab.
“Bukan kita tidak menghargai upaya pemohon informasi, tetapi kita juga jangan dipaksa melanggar UU. Antara pemohon dan Badan Publik harus saling memahami kandungan UU No.14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIB) tersebut,” tegasnya. (Red)