SMPN-04 Terindikasi Lakukan Pelanggaran Ham Terhadap Siswa/i

SMPN-04 Terindikasi Lakukan Pelanggaran Ham Terhadap Siswa/i

Sabtu, 21 Desember 2019, 5:26:00 AM
Kepala SMPN-04 Kota Bekasi, Sri Mulyani, MPd, yang terkesan tidak mengindahkan Kajian Dinas Pendidikan
Kota Bekasi, pospublik.co.id - Informasi dari sumber yang layak dipercaya, sebagaimana telah diberitakan edisi sebelumnya, SMP Negeri 04 yang dinakhodai Sri Mulyani melakukan kegiatan study tour selama 2 hari perjalanan. Kota tujuan study tour oleh sumber menyebut mengitari sejumlah destinasi bersejarah di Jogyakarta. Pembiayaan dibebankan kepada orangtua siswa sebesar Rp.1,7 juta per siswa/i. Namun para siswa/i yang orangtuanya tidak punya uang, tidak diperbolehkan ikut.   
Terhadap informasi ini, Sri Mulyani selaku Kepala SMPN-04 yang beralamat di Jln. Komodo Raya, Perumnas-1 Bekasi, Kayuringinjaya, Kec. Bekasi Selatan, Kota Bekasi membenarkan. Dari 356 orang siswa/i Kelas IX SMPN tersebut kata Sri hanya 260 orang diantaranya yang ikut Study Tour pada tanggal 11 Desember 2019 ke Jogyakarta. Bagi yang ikut masing-masing dikenakan biaya Rp.1.700.000,- untuk perjalanan selama 2 hari hingga tanggal 13 Desember 2019. Selebihnya (96 orang) tidak diikutkan karena menurut Sri Mulyani, mereka (Siswa/i) itu tidak punya uang.
Sri Mulyani menjawab konfirmasi wartawan, Jumat (20/12/2018), study tour yang telah dilaksanakan itu merupakan program sekolah dan sudah disampaikan ke Dinas Pendidikan, serta mendapat persetujuan dari Komite. Sementara mengenai teknis operasional, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepihak travel. Mengenai larangan, Sri menjawab larangan itu adalah jamannya Kadisdik Ali Fauzie, bukan yang sekarang. 
Menjadi pertanyaan, karena menurut Sri Mulyani, kegiatan study tour ini merupakan program sekolah. Kalau betul program sekolah, berarti dianggarkan didalam RAPBS/RKAS. Lalu mengapa pembiayaan ini dibebankan kepada orangtua siswa/i. Kemudian mengapa ada siswa/i yang tidak diikutkan dalam program sekolah ini. sungguh ironi, jawaban nampaknya hanya alasan klasik ingin menghindar dari sorotan miring tanpa pikir panjang, apakah jawaban seperti itu sudah tepat atau justru menambah tumpukan masalah.
Dunia pendidikan sejatinya adalah tempat menimbah ilmu dengan perolehan hak yang sama dibidang ajar mengajar agar anak didik nantinya mampu bersaing ditataran golobal. Sangat lah tidak elok, jika dunia pendidikan diciptakan menjadi sarana mempertontonkan diskriminasi seperti apa yang terjadi di SMPN-04 Kota Bekasi, yang dengan sengaja memarjinalkan sebahagian siswanya.
Pengelompokan simiskin diasingkan dari sikaya secara sikologis adalah pembunuhan krakter dan rasa minder/malu hingga mampu menyulut kekecewaan sianak yang bisa-bisa menyesali orang tua mereka seumur hidup. Padahal menurut Sri Mulyani sebagaimana dikutip dari media WS, bahwa study tour ini merupakan program sekolah yang mendapat persetujuan dari Dinas Pendidikan. Artinya, benar tidaknya mendapat ijin dari dinas, yang pasti efek siklogis akibat pengotak-ngotakan siswa seperti ini dapat dikatakan merupakan pelanggaran HAM berat karena dilakukan diruang lingkup pendidikan.
Terhadap fenomena ini, Wali Kota Bekasi, melalui Dinas Pendidikan nampaknya perlu melakukan evaluasi terhadap kinerja kepala sekolah tersebut. Jawaban Sri yang mengatakan study tour adalah program sekolah, berarti sudah melalui tahap perencanaan dan penganggaran, tidak boleh ada siswa yang tidak ikut dalam program sekolah. Jika ternyata ada yang tidak diikutkan, maka dikawatirkan terjadi pelanggaran HAM berat. 
Jika study tour benar merupakan program sekolah, seharusnya mendapat persetujuan dari Dinas Pendidikan, atau setidaknya dari bidang Pendidikan Dasar. Dan sebagai kegiatan yang resmi terprogram dalam proses pendidikan, maka study tour harus berlaku untuk semua siswa tanpa pilih kasih atau diskriminasi.
Ketika seorang kepala sekolah negeri, dengan jumawanya mengatakan,  siswa tidak mampu tidak ikut dalam acara Studi Tour, maka telah menciderai dunia pendidikan yang berkeadilan. Selain itu, setiap anak berhak mendapatkan pendidikan, dan ketika ada kepala sekolah yang menghambat anak mendapatkan pendidikan dikarenakan kondisi ekonomi orang tuanya, maka kepala sekolah itu telah menzolimi anak, merampas hak azasi anak, dan yang paling ironi, secara sadar tidak sadar telah melakukan pembunuhan karakter anak.
Setiap momen di sekolah apalagi masa-masa bersekolah di SD, SMP dan SMA sangat berkesan untuk anak. Tapi, bisakah dibayangkan, dikarenakan kondisi ekonomi orang tua, dan kebijakan sekolah yang sewenang-wenang, anak dipaksa harus menelan pil pahit.
Seorang Kepala sekolah yang enggan disebut namanya, ketika mengetahui anak didik tidak ikut study tour karena tidak punya uang, mengaku sangat prihatin dan menyaangkan tindakan Kepala sekolah yang bersangkutan. Sabtu (21/12) kepada wartawan dia mengatakan, perilaku kepala sekolah seperti itu sangat tidak bermoral. Anak yang tidak diikutkan dalam kegiatan sekolah karena alasan tidak mampu membayar, sangatlah kejam.
“Ini berdampak pada kejiwaan anak bang. Dan pastinya akan membekas seumur hidupnya,” ungkap kepala sekolah itu sebagaimana dikutip dari media WS. (Mars).

TerPopuler