Diduga Rekayasa Kepemilikan Hingga Menyeret Terdakwa Acam Bin Mendung Penjara

Diduga Rekayasa Kepemilikan Hingga Menyeret Terdakwa Acam Bin Mendung Penjara

Kamis, 10 Oktober 2019, 11:58:00 PM
Pemeriksaan Saksi-Saksi dalam Perkara Terdakwa Acam Bin Mendung

Bekasi Kota POSPUBLIK.CO.ID - Gelar perkara pidana Nomor:419/Pid.B/2019/PN.Bks, atas nama terdakwa Acam Bin Mendung (79), yang  dipimpin Ketua Majelis Hakim Togi Pardede SH. MH, dibantu hakim anggota, masing-masing: Ranto Pasaribu SH, dan Ramli Rizal SH. MH di Pengadilan Negeri (PN) Bekasi, menyita perhatian para awak media.

Pasalnya, saksi Mochamad Bunyamin selaku Camat Bekasi Barat, berulangkali naik pitam menjawab pertanyaan kuasa hukum terdakwa  dari Law Office, BMS Situmorang, Budiono SH,  Winter Edward Situmorang, SH, dan Yohanis Vianey Poa, S.H.

Memperhatikan gelagat saksi yang mudah tersulut emosi menjawab pertanyaan kuasa hukum terdakwa tersebut, majelis hakim berulangkali menegur agar menjaga etika persidangan. Namun karena menurut saksi, pertanyaan pengacara itu tidak ada substansinya dengan perkara yang sedang diperiksa hakim, membuat dirinya tidak dapat menerima. Atas jawaban saksi tersebut, mejelis menerangkan supaya saksi tidak perlu emosi dan cukup menjawab apa yang duiketahui dalam perkara tersebut.

Menurut JPU dari Kejari Kota Bekasi, Fariz Rachman, SH, terdakwa Acam bin Mendung bersalah melakukan tindak pidana Penipuan, Penggelapan, Pemalsuan dan/atau menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam akta otentik, sebagaimana diatur dan diancan pada pasal 378, 372 dan 263 KUH Pidana.

Naun, menurut kuasa hukum terdakwa, kliennya yang diketahui miskin, buta huruf dan sudah tua renta, Acan bin Mendung (79), adalah korban  dalam jual-beli Tanah Negara Bebas seluas 1.600 M2 dengan harga Rp. 7 miliar oleh Hotmariani dan Dirut PT. Anugerah Duta Sejati (ADS), Laurence Martiadi Takke.

BMS Situmorang menuturkan, pada awalnya tanpa sepengetahuan terdakwa Acan bin Mendung, sekitar bulan Desember 2014, M. Zaelani yang mengaku ahli waris menjual tanah sluas 1.710 m2 kepada Dirut PT. ADS, Laurence M.Takke berdasarkan 2 (dua) Akta Perikatan jual beli atas sebidang tanah hak milik, yang ditandatangani di hadapan Notaris Rosita Siagian, SH, PPAT di Kota Bekasi.
Tanah Sengketa yang Diduga Kuat Girik C No.997 Persil 69 Milik Terdakwa Acam bin Mendung
Akta jual beli (AJB) tersebut tercatat No. 116, tanggal 11 Des 2014, atas Persil No.69, Kohir Nomor: 997, Blok D-26 seluas 1.168 m2 seharga Rp. 1.069.888.000,- dan AJB No. 240 tanggal 19 Des 2014, Persil yang sama seluas, 542 m2 seharga Rp.560.000.000,- dan telah membayar uang muka sebesar Rp.200.000.000,- kepada yang mengaku ahli waris M. Zaelani.

Waktu yang bersamaan, pasangan suami istri (Pasutri) DR. Manumpak Sianturi SH,MH,MM bersama Isterinya, Hotmariani Saragih mengaku memiliki tanah garapan berdasarkan Surat Penyerahan Tanah/Oper Alih Garapan dari Bindu Sirait  seluas 1.600 m2, yang dikuatkan SPPT dan PBB Nomor Objek Pajak (NOP):32-75-060-002-016-0291-0 atas nama Hotmariani Saragih, serta Putusan PN Bekasi tanggal 18 Mei 2004, No. 88/Pdt.G/2004/PN Bks. Atas alas hak tersebut, Dr. Manumpak Sianturi membangun gubuk di lokasi, dan menyuruh orang lain untuk membangun kontrakan di objek tanah tersebut. 

Atas pengakuan dan tindakan DR. Manumpak Sianturi membangun gubuk dan menyuruh orang membangun rumah kontrakan diatas tanah yang menurut Zaelani adalah tanah warisannya tersebut, Dia (Zaelani) akhirnya menempuh jalur hukum dengan menggugat PT. ADS dan Hotmariani ke PN Bekasi, dengan register perkara No. 236/Pdt.G/2019/PN.Bks. tanggal 29 Mei 2019.

Perlawanan terhadap Hotmariani S juga dilakukan terdakwa Acam bin Mendung setelah mengetahui ada orang lain membangun gubuk diatas tanah yang menurut dia adalah miliknya. Acam bin Mendung pun melarang secara lisan maupun teguran (somasi) secara tertulis kepada Dr. Manumpak Sianturi. 

Mendapat perlawanan dari Zaenal dan Ancam bin Mendung, permasalahan atas sebidang tanah itu semakin rumit dengan munculnya nama Binsar Saragih yang mengaku sebagai pemilik tanah seluas 865 m2 dalam objek yang sama. Binsar Saragih mengaku membeli tanah itu dari Manaek Nainggolan, Sudarsono, Emni Purba dan Atmi.

Untuk memperjuangkan haknya atas tanah tersebut, pada tanggal 28 September 2015 Binsar Saragih melaporkan Acam ke Polrestro Bekasi Kota, dengan register Laporan No. LP/1757/K/IX/2015/SPKT/Resta BKS Kota, dengan tuduhan memasuki pekarangan tanpa izin, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167 KUH Pidana. Namun LP tersebut kata sumber tidak lanjut.

Kemudian, Manaek Nainggolan, Sudarsono, Emni Purba dan Atmi, yang mengaku membeli tanah garapan/Tanah Negara seluas 865 m2 dari Hotmariani Saragih (istri Manumpak Sianturi) memberi kuasa kepada DR. Manumpak Sianturi pada tanggal 03 Nov 2014 untuk menggugat Acam bin Mendung melalui PN Bekasi.

Perkara gugatan ini teregister di PN Bekasi, nomor. 527/PDT.G/2015/PN.Bks tanggal 19 Oktober 2015, namun gugatan ditolak, yang amar putusannya: Gugatan penggugat tidak dapat diterima karena kurang pihak.

Untuk memperjuangkan hak kliennya, Dr. Manumpak Sianturi berusaha menemui Camat Bekasi Barat, Muhamad Bunyamin dan salah seorang staf Kelurahan Jakasampurna, Rama Wardana. Pertemuan sekitar bulan Januari 2017 itu untuk membicarakan tanah Girik C No. 997 Persil 69 yang dijual kepada PT. ADS selaku pengembang Apartemen Galaksi Park tersebut tidak terdaftar pada buku leter C Kel. Jakasampurna, sehingga sertifikatnya tidak bisa diterbitkan.

Selanjutnya atas permintaan Supardi dan Camat  Bunyamin, pada tanggal 22 Mei 2017, Mursalim mengajak Acam bin Mendung ke kantor Notaris/PPAT Harry Purnomo,SH,MH,MKn dan menyuruh membubuhkan tanda tangan dan cap jempol pada Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (APPJB) Nomor: 25 tanggal 22 Mei 2017.

Pihak Kedua Supardi SH berkewajiban untuk melakukan pembatalan atas pernyataan pelepasan hak/pembebasan hak atas tanah hak milik Akta No.116, tanggal 11-12-2014, dan Akta No. 240, tanggal 19-12-2014, yang keduanya dibuat dihadapan Rosita Siagian SH, Notaris di Bekasi.

Mengetahui terjadi perikatan jual beli tersebut, DR. Manumpak Sianturi menyampaikan keberatan. Atas sengketa ini, Moh Bunnyamin selaku camat berinisiatif mendamaikan Dr. Manumpak dengan terdakwa Acam bin Mendung, sehingga timbul Surat Perdamaian pada tanggal 29 Sept 2017, yang pada prinsipnya hasil penjualan tanah itu dibagi dua setelah dikeluarkan biaya-biaya lainnya.

Namun, kesepakatan itu terciderai karena diantaranya ada pengingkaran. Dilakukan mediasi hingga 4 x (empat kali) pertemuan dibeberapa tempat antara Dr. Manumpak Sianturi dengan pihak PT. ADS dan Camat Bunyamin, tanpa mengundang Acam bin Mendung. 

Tanggal 23 November 2017, Dr. Manumpak Sianturi secara pribadi/sepihak justru mengirim Surat Pembatalan Kesepakatan Perdamaian tertanggal 29 September 2017 kepada Acam bin Mendung.

"PT ADS dan Camat Bunyamin mendukung Dr. Manumpak  untuk meninggalkan/mengeluarkan Acam bin Mendung (79 thn) dari tim," ujar BMS Situmorang. 

Selanjutnya, Dr. Manumpak didampingi istri Hotmariani bersama Dirut PT ADS, Laurence M Takke menandatangani Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli pada tanggal 09 Februari 2018, di hadapan Widuri Putri Aji, SH, MKn, Notaris di Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat, atas tanah garapan seluas 1.600 M2 seharga Rp. 7.000.000.000,- (tujuh milyar rupiah).

Hal itu direstui dengan Surat Pernyataan Oper Alih Tanah Garapan (Tanah Negara Bebas) seluas 1.600 M2 tanggal 06 Maret 2018 , yang ditandatangani dan deregister oleh Nurdin selaku Lurah Jaksampurna pada tanggal 30 Mei 2018 dan diketahui oleh Camat Bekasi Barat, M. Bunyamin pada tanggal 31 Mei 2018.

Yakin terhadap legalitas tanah karena ada keterangan dari Lurah dan Camat ujar BMS Situmorang, Laurence M Takke mengajukan permohonan hak milik serta sertifikat hak milik kepada Kantor Pertanahan Nasional Bekasi, melalui proses Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

Mengetahui upaya yang dilakukan Laurence MT tersebut, Acam bin Mendung mengajukan keberatan dan pemblokiran ke Kantor Pertanahan Kota Bekasi pada tanggal 23 Nov 2018. Menurut Acam, tanah objek yang diperjual belikan, yakni: Girik C No.997 Persil 69 adalah miliknya (Acam bin Mendung).

Mengetahui permohonan  sertifikat hak atas namanya diblokir,  Laurence pun marah hingga melaporkan Acam bin Mendung ke Polda Metro Jaya, tercatat No:LP/6773/XII/2018/PMJ/Dit Reskrimum tanggal 10 Des 2018.

Agar Acam segera ditersangkakan oleh Penyidik Polda Metro Jaya lanjut BMS Situmorang kepada wartawan, Dirut PT. ADS (Laurence dan Suratman CH) bersama Camat Muhamad Bunyamin, aparat Kecamatan Nurdin dan pegawai Kelurahan, Rama Wardhana bersama Advokat Dr. Manumpk Sianturi diduga keras memberikan keterangan rekayasa.

Dalam kesaksiannya ujar Situmorang menambahkan, Manumpak Sianturi diduga memberi keterangan upaya menjebloskan Acam kepenjara. DR. Manumpak Sianturi mengatakan, Supardi, SH adalah sebagai Kuasa dari atau bertindak untuk dan atas nama PT ADS pada saat menandatangani Akta  Perjanjian Perikatan Jual Beli No. 25 tanggal 22 Mei 2017 antara Acam bin Mendung dengan Supardi, SH. 
Selain itu para saksi itu juga mengatakan bahwa Mursalim adalah kuasa dari terdakwa Acam, sehingga setiap pertemuan, Mursalim selalu menerima uang operasional dari tanggal 09 Februari 2017 sampai dengan tanggal 02 Mei 2018 sebanyak 36-38 kali, dari Supardi, SH, Suratman CH, dan Laurence yang keseluruhannya sebesar Rp. 306.000.000, juga dikatakan sebagai pembelian harga tanah, berdasarkan PPJB No. 25 tanggal 22 Mei 2017.

Keterangan para saksi-saksi yang diduga keras rekayasa dan karangan itu ujar BMS Situmorang, si tua renta Acam bin Mendung menjadi pesakitan dalam persidangan ini.

Mari kita tunggu ajak BMS Situmorang, 
apakah para hakim yang mulia yang menyidangkan perkara ini akan menghukum atau melepaskan Acam bin Mendung dari drama dugaan Kriminalisasi ini. (Mars).

TerPopuler